Filsafat Dasar, Pengetahuan Dan Sejarah Berpikir

Filsafat Dasar Konsep Keperawatan
Filsafat Dasar Sebagai Induk Ilmu

Filsafat dasar memberikan pemahaman mengenai lahirnya sebuah konsepsi pengetahuan, dari hukum kosmos hingga kontempores.

Abdul Haris (P1)

Bacaan Lainnya

Konsep Teori adalah penghubung antara realitas, penelitian dengan kebakuan sebuah pengetahuan untuk membaca fenomena alam. Akan tetapi semua muara teori, jika kita tarik jauh kebelakang maka endingnya akan kita temukan pada rumah besarnya yang kita sebut Filsafat.

Anda menyebut kata apapun, maka semuanya bermuara pada rumah besar Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Pembaca kuliah dimana? Kesehatan, Kedokteran, Keperawatan, Kebidanan dan sebagainya? Maka muaranya adalah Socrates.

Saat ini anda sedang mengikuti pendidikan Matematika, Fisika, teknik atau imu numerik lainnya maka ujungnya adalah terdapat pada konsep dasar Phitagoras sebagaimana ia lahir pada era filsafat klasik.

Sejarah ilmu akan bersambung hingga demikian. Sehingga semua kajian hari ini adalah turunan ilmu yang telah terkaji secara filsafat. Yang biasa kita sebut dengan filsafat ilmu.

Mata Kuliah

Materi Dasar Filsafat

Apapun bahasan yang kita buat maka muaranya adalah dalam kontekstual histori ilmu, yakni ke filsafat. Berbicara filsafat keperawatan juga demikian, ilmu ini tidak datang dengan sendirinya. Tapi memenuhi unsur perjalanannya dari awal (arche).

Ilmu pengetahuan mengalami sebuah perkembangan, dalam konsepsi filsafat, kita kenal dengan Filosofia naturalis (filsafat alam), jauh sebelum kelahiran Socrates yang di kemudian hari kita kenal bahwa Socrates, Plato dan Aristoteles sebagai pencetus kelahiran filsafat klasik.

Dasar Pembacaan Alam Oleh Filsuf

Ada banyak filsuf (ahli filsafat) yang lahir pada awal perkembangan ilmu pengetahuan, mereka gelisah untuk mendefinisikan alam ini yang sebenarnya.

Thales 624 – 546 SM

Thales, Menjelaskan bahwa asal muasal dan sumber kehidupan adalah Air. Sebab semua membutuhkan air. Setelah itu bermunculan beberapa Filsuf lainnya seperti Anaximandros, Heraclitos, Parmenides.

Anaximandros

Anaximandros merupakan murid dari Thales, yang memandang bahwa segala sesuatu dari yang tak terbatas atau Apeiron. Dan juga mulai menggunakan kata awal “Arche”.

Anaximenes

Anaximandros berbeda dengan kedua filsuf sebelumnya, ia memandang bahwa jika Thales dengan konsep Air, Anaximandos dengan konsep Apeiron, maka Anaximenes melihat bahwa udara sebagai “arche” dari segala sesuatu.

Heraclitos

Heraclitos memiliki pandangan berbeda dalam menganalisa sebuah kehidupan, yakni menurutnya bahwa segala sesuatu itu mengalir. Memandang bahwa perbedaan satu sama lain adalah sebuah kesatuan. Seperti perbedaan siang dan malam, tinggi rendah, besar – kecil, baik dan buruk, Etis dan tidak etis, Ramah – Galak, Cerdas – Tidak Cerdas. Hakikatnya perbedaan itu adalah satu bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain, laksana uang coin. Heraclitos yang pertama kali menggunakan kata “logos”

Xenophanes

Xenophanes melakukan penetangan terhadap konsep para filsuf sebelumnya, memandang bahwa segalah sesuatu pengetahuan atau logos adalah relatif (berubah), sehingga ia menyimpulkan bahwa pengetahuan berlaku hukum relativitas.

Phytagoras (575 – 490 SM)

Melakukan pembatasan diet, melakukan perenungan dan mengagumi numerisasi atau belakangan kita kenal dengan nomor atau angka-angka.

Parmenides

Parmenides melahirkan konsepsi penentangan teori Heraclitos. Jika Heraclitos memandang bahwa dunia adalah keabadian yang tidak bisa kita intervensi, maka Parmenides memberikan pemahaman bahwa dunia adalah sesuatu yang tidak dapat di rubah.

Ketika Heraclitos memandang bahwa dunia selalu berubah, dengan arche ada dan berakhir dengan ketiadaan. Parmenides memilih menyebutkan bahwa dunia adalah sebuah keabadian.

Democritus

Democritos memandang bahwa dunia adalah sesuatu yang tidak bisa kita bagi-bagi satu sama lain. Kontribusinya banyak dalam bidang biologi, antropologi, fisika, estetika dan lain sebagainya.

Protagoras

Protagoras merupakan murid dari Heraclitos, menyimpulkan bahwa segala sesuatu itu memiliki minimal dua argumen dalam satu benda. Sehingga ia meragukan untuk menemukan sebuah definisi objektif. Tentu hal ini sangat mendukung teori Relativitas.

Setelah pada Filsuf yang belakangan kita kenal sebagai Filsuf kosmos atau naturalistik filosophia atau biasa kita sebut dengan era klasi, Maka lahirlah Filsuf modern atau kontemporer.

Socrates, Plato dan Aristoteles

Filsafat Yunani Kuno, melahirkan 3 serangkai pemikir hebat yakni Sokrates, Plato dan Aristoteles. Ketiganya memiliki perbedaan dan cara pandang, meskipun ketiganya merupakan turunan kekaderan satu sama lain. Aristoteles adalah kader dari Plato sementara Plato mendapatkan pengkaderan dari Socrates.

Ketiganya mempengaruhi filsafat barat, yang berkembang dengan pesat.

Socrates menekankan pentingya berpikir kritis dalam menelaah sesuatu. Sementara itu murid didikannya (Plato) lebih kepada pencarian kebenaran, dengan mempertahankan argumen kritis. Sementara Aristoteles menjelaskan bahwa sebagai sesuatu harus memiliki definisi dan batasan serta melahirkan kategori. Maka pemikiran Aristoteles biasa kita sebut “Kategoris”.

Socrates memandang bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan berasal dari induksi mendalam dengan tanya jawab secara kritis. Bahwa ilmu bukanlah seperti membuka file di tools browser sepeerti Google, Yahoo dan sebagainya. Melainkan dengan mendalaminya secara kritis. Terarah dengan pemikiran mendalam.

Plato yang menulis segala apa yang dilakukan oleh Socrates dan hampir tidak ada perbedaan konsep teori keduanya (Plato dan Socrates). Sebab Socrates tidak pernah menulis karyanya, tetapi langsung melakukannya.

Aristoteles, Lebih mendalam lagi dalam melihat sesuatu, menurutnya untuk membedakan satu benda dengan benda yang lain, maka harus lengkap definisi dan kategori.

Apakah Anda Mengagumi Mereka?

Itu bukan sebuah kesalahan sebab wajar saja manusia mengagumi sesuatu dengan melibatkan Logika, Jiwa dan Hasrat (Nafsu). Lupa, bahwa cara memandang sesuatu dalam kategori dan definisi sejalan Aristoteles adalah dengan 3 komponen tersebut (Logika, Jiwa dan Nafsu (Hasrat).

Ketika suatu benda, berupa uang RP 100.000,- jatuh di jalan. Maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi:

  1. Memikirkan siapa pemilik uang tersebut, sebelum jatuh dan saat jatuh. Ketika menyimpulkan bahwa anda memiliki hak untuk mengambilnya karena tidak lagi dtangan pemilik, maka kamu menggunakan logika kebenaran. Tentu ini sesuatu yang relatif. Sebab pada sisi orang lain (yang tidak memiliki akses mengambil uang tersebut, tapi melihatnya) akan berkata macam-macam. Inilah Relativitas.
  2. Kebetulan saja anda mau membeli makanan karena kamu lapar, maka segera mengambil uang tersesbut. Maka penyebab kamu mengambilnya adalah karena nafsu “makan” yang ada dalam dirimu. Pada sisi orang lain masih bisa menahan lapar. Kebetulan saja kamu tidak sarapan pagi ini, tapi bagaimana dengan yang tidak makan sejak semalam?
  3. Saya sendiri menemukan uang ini, tidak ada yang melihat saya, namun saya percaya bahwa ini juga bukan milik saya, sebab saya tidak berkeringat lalu mendapatkannya. Pemiliknya tentu tidak mengetahui bahwa sayalah yang mengambilnya. Apakah pemilik tidak sedang ke apotik untuk membeli obat demi anaknya yang sakit? Saya mengambilnya namun saya menunggu disini hingga kemungkinan ada yang datang bertanya mengenai uang ini.

Anda berada pada sisi yang mana, apapun pilihan, seperti itulah cara pandang kita kepada setiap objek. Menggunakan nalar dan alas (sumber) berpikir sebagai akar bertindak. Semua pilihan memiliki konsekuensi.

Jika harus berkesimpulan mengenai pakar yang saya bahas sebelumnya, kira-kira anda mau identik seperti filsuf yang mana?

Kisah Nabi Musa Dan Nabi Khidr Dalam Perjalanan Batasan Filsafat

Namun sebelum kamu menjawabnya kamu identik dengan siapa, maka berikut kita akan paparkan mengenai Teori Pengetahuan dalam pertemuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidr. Sebagai dasar pengetahuan untuk membatasi diri anda dalam kekurangpahaman mengenai Filsafat.

Fakta Ilmu Pengetahuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidr sebagai dasar pembatasan filsafat:

  1. Nabi Musa banyak bertanya kepada Nabi Khidr, menunjukkan bahwa Musa memiliki pengetahuan lebih rendah dari Khidr, padahal pada saat itu Nabi Musa merupakan Nabi pemimpin umat pada zamannya.
  2. Nabi Musa adalah nabi yang paling cerdas pada zamannya, namun kehadiran Nabi Khidir menjadi berbeda, dan Tuhan memerintahkannya untuk belajar pada Nabi Khidr.
  3. Musa AS memandang bahwa segala sesuatu bisa untuk dipikirkan dan kita telah mendapatkan bekal otak dan pikiran untuk melakukannya.
  4. Khidr meminta Nabi Musa segera meninggalkannya karena kekurang sabarannya atas seluruh peristiwa. Sebagai sebuah bentuk ketegasan dalam mendidik murid agar berpikir.

Sampai pada pembahasan ini, dari kisah Nabi Khidir menenggelamkan kapal yang menurut Nabi Musa adalah sebuah kesalahan karena merusak milik orang lain, atau membunuh anak kecil karena dipandang tidak menghargai HAM maupun memperbaiki rumah yang tidak jelas pemiliknya adalah upaya yang sia-sia. Kesemuanya adalah nalar, pengetahuan objektif, Rasional.

Batas Rasionalitas

Akan tetapi Nabi Khidr memberikan batas, bahwa pengetahuan manusia adalah memiliki batas, dan bukan tidak terbatas. Sebab setelah pengetahuan dan ilmu adalah Ilmu Kemauan Tuhan yang tidak bisa kita hindarkan. Dalam jabarannya kita kenal dengan hukum Qada dan Qadar. Qadar menjelaskan bahwa apa yang kamu lakukan maka itu yang kamu dapatkan. Meski demikian, ada sesuatu yang tidak harus kamu melakukannya dan kamu akan mendapatkannya.

Namun bukan berarti menunggu nasib, sebab dalam “merubah nasib” Tuhan menciptakan “Akal, Jiwa dan Nafsu”.

Sehingga sampai pada titik ini, kita akan bertemu dengan pemahaman bahwa nasib kita sudah tertulis, dan semua telah memiliki konsekuensi nasib masing-masing. Akan tetapi untuk bisa merubah nasib tersebut, manusia berhak menggunakan akal jiwa dan hasratnya.

Akal dan logika inilah yang menjadi titik tumpu pengetahuan rasional, sehingga kadang seseorang memandang bahwa pikirannya sebagai tumpuan utama.

Penggabungan beberapa konsep penalaran, definisi dan pengetahuan-pengetahuan inilah melahirkan Teori. Untuk Penejasan mengenai teori akan kita bahas pada tulisan berikutnya.

Demikian dasar materi tentang filsafat, untuk materi selanjutnya silahkan klik,

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *