Palu sidang merupakan unsur penting dalam setiap persidangan, dalam hal penggunaannya: jumlah ketukan, memiliki aturan tersendiri. Termasuk tata cara penyerahan sidang.Syarat & Sidang Organum, Organisasi.co.id
Sebagaimana penjelasan sebelumnya: Metode Persidangan Organisasi, Bentuk Dan Unsur. Maka dalam proses persidangan, semua keputusan-keputusan menjadi sebuah ketetapan. Selanjutnya, menggunakan palu sidang menjadi simbolisasi pengambilan dan penetapan sebuah kebijakan.
Namun, sejak kapankah Palu Sidang penggunaannya dalam ruang persidangan? Dan Bagaimana sejarah dan tata cara penggunaannya?
Pertanyaan ini sangat menarik, sebab palu sidang bukanlah representasi syiar agama pada seluruh bumi. Islam, Kristen dan seluruh Agama tidak menjadi simbol syiar Nabi.
Berbeda misalnya tongkat Nabi Musa maupun Perahu rancangan oleh Nabi Nuh. Benda tersebut ada dan terpakai oleh Nabi.
Sementara palu persidangan tidak ada clausul agama yang melakukan klaim pada benda tersebut.
Sejarah dan Aturan Palu Sidang
Palu Persidangan merupakan sbuah benda yang terbuat dari kayu, dengan ukuran pegangan atau tangkai sepanjang 20 – 25 cm diameter pegangan 2 – 3.5 cm, Pentungan: tinggi 8 – 10 sm, dengan diameter 10 – 12 cm.
Jenis kayu yang untuk penggunaan sebagai palu persidangan adalah jenis Mahoni, atau kayu jenis lain dengan kontur yang kuat dan keras dari benturan.
Namun tahukah anda? Dahulu kala, tidak ada palu sidang dalam memutuskan sebuah perkara.
Jika seorang raja dalam mengumumkan sebuah keputusan. Cukup dengan mengucapkan maka seketika seluruh rakyat akan ikut dengan keputusan tersebut.
Awal Mula Palu Sidang Pada Abad Ke XIV
Tidak serta merta seorang pimpinan rapat menggunakan palu persidangan untuk mengetuk sebagai tanda pengambilan keputusan. Dahulu kala tidak ada palu dalam setiap persidangan.
Awalnya pada tahun 1450, Seorang Raja Britania Raya menunjuk seorang hakim untuk memimpin rapat.
Ketika itu setiap pengadilan bersalah. Maka pihak bersalah menanggung denda kepada pemenang.
Hakim memimpin persidangan untuk menetapkan dan menempatkan rasa keadilan pada kedua pihak.
Akan tetapi dalam hal tertentu. Pihak bersalah dan pihak pemenang terlibat perdebatan. Mengenai tinggi dan rendahnya denda (upeti). Sehingga hakim dengan menggunakan tangan kosong menggebrak meja.
“Prak” Pertanda keputusan tidak boleh lagi menjadi perdebatan pada kedua pihak.
Setiap pengadilan, selalu memunculkan perdebatan, sehingga hakim mulai membungkus tangan saat hendak menggebrak meja.
Dan akhirnya budaya gebrak meja menjadi penanda sebuah keputusan yang akan menjadi sebuah kebijakan.
Abad Ke XVII
Negara Inggris, budaya ketuk palu sidang telah tersebar hingga ke Eropa dan Amerika Latin. Akhirnya pada tahun 1789, tepatnya pada negara Prancis terjadi sebuah revolusi yang selanjutnya terkenal dengan Revolusi Prancis.
Warga Prancis melawan monarki, rakyat membentuk sebuah konstitusi rakyat. Menggunakan lonceng gereja yang terpasang dalam sidang. Sebagai penanda pengambilan keputusan. Akan tetapi lonceng gereja tidak praktis.
Akhirnya mereka membuat kesepakatan dengan membuat palu sidang, dan memodifikasi cara pengambilan keputasan “gebrak tangan ke meja” seperti pada kerajaan Inggris.
Terhitung tahu 1789 – 1799 perlawanan rakyat Prancis pada kekuasaan Monarki. Dan konstitusi rakyat tersebut menghasilkan keputusan dengan menggunakan palu persidangan sebagai penanda keputusan.
Semenjak itulah palu persidangan mulai terkenal hingga saat ini.
Aturan Penggunaan
Setelah abad XVIII (ke-18). Maka penggunaannya mulai tersosialisasi keseluruh penggiat sidang. Dan menjadikan sebagai salah satu alat kelengkapan persidangan. Tanpa palu maka persidangan tidak sah atau tidak lengkap.
Kapan mempergunakan palu persidangan: apakah saat Pleno atau Komisi?
Pada dasarnya Palu terpakai dalam pengambilan sebuah keputusan menjadi ketetapan. Sehingga posisi palu dalam persidangan hanya terletak dalam sidang pleno atau paripurna.
Meskipun demikian, pada praktiknya palu persidangan juga berguna dalam rapat terbatas. Namun substansi yang akan menjadi pembahasan ini adalah aturan penggunaannya. Berupa jumlah dan tata cara mengetuk.
3 Kali Ketukan: Membuka dan Menutup Sidang Serta Penetapan Keputusan
Sebelum membahas mengenai jumlah ketukan maka lebih awal, harus mengetahui substansi pentingnya palu sidang.
Palu persidangan merupakan perwakilan deklarasi sebuah keputusan.
Suara dari gesekan palu dengan meja, terhitung satu kali ketukan. Sehingga dalam hal ini harus berhati-hati pada saat meletakkan benda tersebut.
Tata Cara Membuka Sidang
Format Urutan penggunaan palu saat membuka sidang sebuah organisasi.
- Assalamu Alaikum War. Wab
- Dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Sidang Paripurna (sebutkan apa nama sidangnya) Musyawarah Besar Ikatan Para Jomblo dengan ini di nyatakan di buka. Tok (3 kali)
Saat mengetuk 3 kali palu, maka hati-hati setelah selesai melakukannya dan hendak mengembalikan posisi palu. Jangan ada suara tambahan (gesekan palu).
Setelah itu silahkan arahkan dan kendalikan jalannya persidangan.
Tata Cara Menutup Sidang
Adapun cara menutup sidang, hampir sama dengan cara membuka persidangan. Bedanya adalah pada ucapan Salam. Jika pada saat membuka sidang, maka Salam lebih dahulu. Sementara saat menutup sidang, salam berada pada urutan terakhir.
Berikut formatnya:
- Dengan mengucapkan “Alhamdulillahirabbilalamin” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Sidang Paripurna (sebutkan apa nama sidangnya) Kongres Ikatan Dokter Indonesia dinyatakan di tutup. Tok (3 kali)
- Assalamu Alaikum War. Wab
Penetapan Keputusan
Penetapan Keputusan sidang, dilakukan dengan membacakan konsideran (lembaran ketetapan). Adapun tata cara urutannya adalah sebagai beriktu:
- Bacakan konsideran: Nomor Ketetapan, Tentang, Selanjutnya Menimbang, Mengingat dan Menetapkan. Sampai terakhir bacakan pula “Tempat dan Tanggal Penetapan”, “Pimpinan Sidang (Sterring Comitte) dan Nama”.
- Dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Surat Keputusan Sidang Nomor: 001/SC/NamaSidang/Bulan/Tahun. Tentang Tata Tertib Persidangan. Saya nyatakan di Sahkan. Tok 3 kali.
2 Kali Ketukan: Skorsing Sidang
Saat persidangan berlangsung, beberapa hal dilakukan skorsing. Sementara pengertian skorsing adalah menghentikan sementara proses persidangan. Dengan waktu yang ditentukan.
Misalnya melakukan skors sidang untuk waktu Istirahat Sholat dan Makan (ISOMA). Maupun melakukan skors untuk agenda lainnya.
Namun pada intinya, Skorsing sidang dan pencabutannya menggunakan pimpinan sidang yang sama.
Sehingga sidang skorsing, lalu terjadi pencabutan skorsing oleh pimpinan sidang yang lain, tidak dibenarkan. Sebab penggantian pimpinan sidang harus dilakukan didepan peserta sidang.
Skorsing Sidang
Adapun tata cara melakukan skorsing sidang:
- Dengan mengucapkan “Alhamdulillahirabbilalamin” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Sidang Paripurna (sebutkan apa nama sidangnya) Saya nyatakan skorsing selama 60 menit. Jam yang saya pakai menunjukkan pukul 12.05, sehingga kita bertemu kembali diruangan ini tepat pada pukul 13.05 Tok (2 kali).
- Assalamu Alaikum War. Wab
Mencabut Skorsing
Setelah mewelati masa skors yang ditentukan, misalnya 60 menit. Maka selanjutnya dilakukan pencabutan skorsing.
Adapun tata cara pencabutan skorsing sidang sebagai berikut:
- Assalamu Alaikum War. Wab.
- Dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Skorsing Sidang Paripurna (sebutkan apa nama sidangnya) Saya nyatakan dicabut. Tok (2 kali).
1 Kali Ketukan: Menyerahkan dan Menerima Pimpinan Sidang, Serta Teguran.
Dalam masa persidangan, terkadang pimpinan sidang menyerahkan pimpinan sidang kepada unsur pimpinan (sterring Comittee) yang lain. Maka untuk menghindari kesalahan dalam dalam proses penyerahan.
Rumus penyerahan pimpinan sidang hanya bisa dilakukan, jika penerima pimpinan sidang bersedia dan berada dalam posisi meja pimpinan.
Ketika pimpinan sidang lama dan baru berada dalam satu tempat, maka selanjutnya melakukan prosesi penyerahan persidangan, dengan mengikuti tata cara sebagai berikut:
Cara Menyerahkan Dan Menerima Pimpinan Sidang
- Pimpinan Sidang lama: Dengan mengucapkan “Alhamdulillahirabbilalamin” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Pimpinan Sidang lama saya serahkan kepada pimpinan sidang yang baru. Tok 1 kali.
- Pada Posisi Langsung Mengambil Palu Sidang, Maka Pimpinan Sidang Baru: Dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” (Ganti saja sesuai dengan aturan agama masing-masing). Pimpinan Sidang lama saya terima sebagai pimpinan sidang yang baru. Tok 1 kali.
- Pimpinan Sidang lama: Assalamu Alaikum War. Wab.
- Pimpinan Sidang Baru: Assalamu Alaikum War. Wab.
Ucapan salam Pimpinan sidang lama sebagai penutup diucapkan setelah pimpinan sidang beralih kepada pimpinan sidang yang baru.
Maknanya adalah tidak boleh ada spasi “kekosongan pimpinan sidang”. Sehingga setelah penyerahan, maka pimpinan sidang baru harus langsung mengambil alih.
Ketukan Teguran
Dalam hal teguran kepada peserta, maka ikuti tata tertib persidangan mengenai pelanggaran yang dilakukan.
Note: upayakan santun dalam memberikan teguran pertama. Jangan lupa tersenyum. Jangan tegang-tegang dulu pada pelanggaran pertama.
Adapun cara menetapkan teguran adalah kenali nama peserta, ataupun kontingen. Dan sebutkan warna baju yang dipakai jika dalam ruangan multi warna pakaian, bilamana tidak mengenal nama.
Intinya teguran harus mengarah kepada objek siapa yang melakukan sebuah pelanggaran.
Adapun cara menjatuhkan teguran adalah:
- Berdasarkan Tata Tertib Persidangan, pasal sekian, ayat sekian. Maka dengan ini saya jatuhkan teguran pertama kepada saudara “Pratama”. Tok 1 kali.
Ketika yang bersangkutan masih melakukan pelanggaran, maka jatuhkan teguran kedua.
Namun bilamana masih melakukan pelanggaran yang ketiga kalinya. Maka pada posisi tersebut seorang pimpinan sidang harus tegas sesuai aturan.
Silahkan isi Konsideran persidangan, dan jadikan sebagai sebuah ketetapan persidangan. Bacakan dan ikuti aturan ketukan palu pada ketetapan. Tok 3 kali.
Organisasi Lain: Organisasi Pemerintahan RI Dan NGO Di Indonesia
Demikian tata cara penggunaan palu sidang dan sejarah penggunannya, hingga saat ini.