Budaya Bullying yang Tidak Disadari: 3 Kata Para Ahli

Kerangka budaya bullying adalah
Sumber: MMC Kalteng

Bullying adalah perilaku tidak terpuji yang harus dipangkas akarnya sejak dini. Tapi, tidak hanya diri sendiri saja, peran lingkungan dan keluarga juga berpengaruh pada karakter seseorang. Lalu, bagaimana cara memutus perilaku ini?

Trias Politika

Bacaan Lainnya

Inggar Aggraeni

Bullying adalah salah satu momok mengerikan yang tidak hanya di alami oleh orang dewasa saja, bahkan anak kecil bisa mengalami hal serupa. Di Indonesia sendiri marak di temukan kasus perundungan, entah di masyarakat, sekolah, dalam organisasi hingga lingkungan keluarga.

Tidak hanya berdampak pada kesehatan mental korban bully saja, perilaku ini juga bisa memicu tindak kekerasan hingga mengancam nyawa. Aksi tersebut tidak hanya ada di Indonesia, bahkan di negara lain pun banyak orang yang mengalaminya.

Oleh sebab itu, harus ada cara untuk memutus akar permasalahan ini, dan utamanya pelajaran tersebut perlu di beritahu sejak dini. Yuk, simak pembahasan berikut!

Bullying dalam Pandangan Para Ahli

Menurut Olweus (1997) bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka, dan biasanya terjadi berulang-ulang yang di tandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban.

Jadi, perundungan tidak lepas dari namanya keinginan untuk menjadi seorang yang berkuasa dan di takuti di lingkungannya. Hal tersebut juga berlaku di lingkungan sekolah, masyarakat, rumah maupun di organisasi dan tempat kerja.

Sementara Siswati dan Widayanti (2009) mengatakan bullying adalah salah satu bentuk dan perilaku agresi, seperti ejekan, hinaan dan ancaman. Beberapa tindakan ini seringkali mengarah ke perbuatan agresif.

Dari kedua pendapat di atas bisa di tarik kesimpulan bahwasanya perundungan adalah sikap tidak terpuji yang berasal dari hawa nafsu atau ketidaksukaan seseorang pada korban. Situasi ini bahkan bisa memicu bahaya bagi korbannya, karena bisa mendorong pelaku melukai korban.

Smith dan Thompson (Yusuf dan Fahrudin, 2012) mengatakan bahwa bully bisa di artikan sebagai seperangkat tingkah laku yang di lakukan secara sengaja dan menyebabkan kecederaan fisik serta psikologikan yang menerimanya.

Oleh sebab itu, bullying di lakukan untuk menyerang korban dalam keadaan sadar dan sengaja tanpa memikirkan kondisi korbannya. Perilaku agresivitas ini juga bisa di lakukan berulang kali untuk menindas seseorang yang di anggap lebih lemah atau rendah.

Organisatoris lain juga baca ini: Proposal Skripsi

Budaya Bullying di Indonesia

Jenis budaya bullying adalah
Sumber: harianhaluankepri.com

Di Indonesia budaya ini banyak di temukan di sekolah dan lingkungan kerja. Biasanya, hal tersebut di dorong oleh rasa senioritas yang tinggi sehingga menganggap orang lain lemah dan lebih rendah di banding diri mereka.

Menurut Riauskina, dkk (Argiati, 2010), berikut lima bentuk perilaku bullying yang biasa di lakukan oleh pelaku:

Kontak fisik langsung

Pelaku akan mendorong, memukul, menggigit, menjambak, menendang hingga mengunci korban di dalam ruangan. Bahkan, seorang pelaku juga bisa mencakar, memeras, mencubit hingga merusak barang yang dimiliki korban.

Kontak verbal langsung

Pelaku perundungan juga bisa melakukan kontak verbal langsung seperti, mengancam, merendahkan, mempermalukan, mengganggu, mencela, mengintimidasi, memaki, memberi panggilan nama yang bertujuan merendahkan, dan menyebarkan gosip tentang korban.

Non-verbal langsung

Pelaku yang melihat sinis pada korban, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi merendahkan, mengejek hingga mengancam di sebut perilaku non verbal langsung.

Perilaku non-verbal tidak langsung

Berbeda dari sebelumnya, untuk perilaku ini pelaku akan menunjukkan sikap seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sampai retak, sengaja mengucilkan, dan mengirim surat kaleng.

Pelecehan seksual

Bullying juga bisa mengarah ke pelecehan seksual bila pelaku melakukan perbuatan seperti:

  • Melecehkan, mendiskriminasi dan mengutarakan ujaran tentang fisik maupun gender orang lain.
  • Menyentuh, memegang, maupun menggosok bagian tubuhnya ke area pribadi milik korban
  • Menguntit, mengambil serta menyebarkan informasi pribadi korban, termasuk gambarnya tanpa persetujuan korban
  • Membuka pakaian seseorang tanpa izin
  • Mengintip orang yang sedang memakai baju
  • Mencoba melakukan pemerkosaan hingga memaksa melakukan aktivitas seksual

Di Indonesia, perilaku seorang perundung di atas banyak di temukan baik di lingkungan masyarakat, sekolah, kampus, maupun di lingkungan kerja.

Apalagi budaya bully ini biasanya akan di wariskan turun temurun, contohnya pemalakan di lingkungan sekolah yang di lakukan dari generasi ke generasi, dan polanya selalu sama, yakni kakak kelas yang memalak adik kelasnya.

Kasus Perundungan di Indonesia

Kasus bullying di indonesia adalah
Sumber: suara.com

Perundungan tidak hanya merugikan korban, tapi juga pelaku bisa mendapatkan sanksi karena sikapnya. Karena banyak kasus perundungan di dunia, setiap hari Jumat ketiga bulan November dan Jumat terakhir bulan Februari akan di peringati Hari Internasional Memerangi Perundungan.

Hari peringatan tersebut awalnya di peringati di Kanada, karena saat itu ada kasus Perundungan pada korban yang memakai pakaian berwarna pink selama di sekolah.

Lalu, dua orang teman korban melakukan protes dengan membagikan kaos berwarna serupa dan meminta pada teman-temannya yang lain untuk memakai kaos tersebut keesokkan harinya.

Tahun ini di Indonesia juga di temukan beberapa kasus bullying yang menjadi sorotan publik. Salah satunya ialah kasus perundungan yang di alami siswa penyandang disabilitas di daerah Yogyakarta.

Siswa tersebut berasal dari SMP Negeri di Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Siswa disabilitas yang mengalami perundungan tersebut sampai mengalami luka fisik hingga jarinya patah. Kasus ini dilaporkan terjadi pada Rabu, 21 Februari 2024 siang. Korban berinisial RAN langsung menjalani perawatan di RSUD Wonosari.

Tidak hanya itu saja, akibat perundungan oleh temannya ini, korban harus melakukan operasi untuk mengobati patah tulang di jari kelingking tangan kirinya. Setelah ditelusuri, ternyata sebelumnya korban memang sering dapat perlakuan tidak pantas dari teman-temannya.

Kasus Lainnya..

Kasus yang kedua juga terjadi di lingkungan sekolah, yakni Binus School Serpong di mana korban juga mendapatkan perlakuan kekerasan dari temannya. Korban sampai harus di bawa ke rumah sakit karena di bully oleh seniornya.

Di ketahui, alasan korban di rundung adalah sebagai syarat untuk masuk geng, jadi korban merupakan calon anggota dan harus melakukan beberapa hal yang di minta oleh seniornya, termasuk kekerasan fisik hingga berujung di bawa ke rumah sakit.

Di duga ada lebih dari satu perundung, karena hasil visum mengatakan ada banyak luka memar hingga luka bakar di tubuh korban. Kasus ini semakin di sorot karena anak salah seorang artis komedian ternama, Vincent Rompies turut andil di dalamnya.

Berdasarkan keterangan dari Haris Suhendra, pihak Hubungan Masyarakat Binus School Education mengatakan bahwa pelaku sudah di keluarkan dari komunitas Binus School, dan siswa lain yang hanya menyaksikan kejadian juga mendapatkan sanksi di siplin yang keras.

Dari dua kasus yang terjadi di atas bisa di tarik kesimpulan bahwa perundungan bukanlah sesuatu yang harus di anggap sepele, karena hal-hal kecil seperti punya kekurangan akibat bawaan lahir pun bisa jadi bahan bullyan.

Bahkan, karena rasa ketidaksukaan dan senioritas itulah pelaku sampai tega melakukan kekerasan yang akhirnya merugikan korban dan ia sendiri.

Bullying adalah sikap yang harus di tindaklanjuti dengan tegas dan bukan hal yang harus di maklumi, karena merugikan orang lain.

Organisatoris lain juga baca ini: Intonasi dan Mimik dalam Kaitannya di Karakter Organisasi

Perundungan dalam Organisasi

Perundungan dalam organisasi
Sumber: yankes.kemkes.go.id

Tidak hanya di sekolah, kasus perundungan juga bisa terjadi di lingkungan organisasi maupun tempat kerja. Biasanya, pelaku akan mencari teman untuk melancarkan aksinya. Apalagi dalam sebuah organisasi atau di tempat kerja, seseorang harus menjalin kerja sama yang baik satu sama lain.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus perundungan ini terjadi di lingkungan kerja maupun organisasi, seperti narsisme, rasa rendah diri, kepemimpinan yang toxic, kurang mengontrol emosi, adanya konflik peran, budaya organisasi yang tidak sesuai.

Di lingkungan kerja biasanya perundungan ini bisa berupa memanipulasi informasi serta mengontrol pekerjaan secara berlebihan. Pembully biasanya akan mengkritik hasil pekerjaan korban dengan kasar, membentak atau berteriak, berulang kali mengingatkan kesalahan korban hingga menyebarkan gosip.

Tidak hanya itu saja, korban juga bisa dikucilkan, jadi bahan lelucon, diberi tugas tanpa arahan jelas, diancam, dihina dan bentuk pelecehan verbal lainnya. Di lingkungan kerja perundungan juga bisa berupa penolakan permintaan cuti tanpa alasan yang jelas hingga pemantauan kerja yang berlebihan.

Tidak hanya fisik, korban juga akan merasa tertekan, stres, cemas, merasa kesepian hingga turunnya rasa percaya diri. Dari segi fisiologis, korban bisa mengalami sakit perut, tenggorokan, kepala hingga detak jantung yang lebih cepat.

Beberapa korban mungkin akan mengalami kehilangan nafsu makan, berkeringat dan tremor hingga mengalami kerusakan kulit. Bahkan, korban bully di lingkungan kerja maupun organisasi bisa mengalami burnout hingga akhirnya berpikir untuk keluar dari organisasi maupun tempat kerja mereka.

Saat mengalami perundungan, alangkah lebih baik untuk tetap tenang, langsung mengatasi masalah dengan bicara dan menegaskan pendapat pada pelaku, serta beri tahu ketua organisasi atau pun atasan dan HRD di tempat kerja terkait kasus yang di alami.

Berbicara dengan orang lain juga bisa meringankan beban karena efek dirundung. Namun, jika masalahnya terlalu serius untuk dihadapi, alangkah lebih baik untuk berhenti dari organisasi atau resign dari pekerjaan, dan mencari pekerjaan baru.

Akar Budaya Perundungan pada Individu

Akar budaya perundungan di Indonesia
Sumber: detik.com

Menurut Yusuf & Fahrudin (2012) ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang individu terdorong menjadi pembully. Dalam kasus perundungan, ada dua kelompok individu yang terlibat langsung dalam bully, yaitu korban dan pelaku dengan ciri kepribadian sebagai berikut:

Pembully

Pelaku pembullyan akan merasa dirinya terancam bahaya, jadi mereka pun bertindak sebelum di serang. Seorang pelaku biasanya unggul dalam kekuatan fisik dan kepercayaan diri yang baik.

Biasanya, pelaku pembullyan akan berkelompok untuk menunjukkan kekuasaan mereka dengan mengganggu hingga mengancam orang yang lemah. Mayoritas pelaku punya motif balas dendam, karena dulunya mereka pernah menjadi korban.

Korban

Sebagai sasaran empuk bagi pembully, korban biasanya berasal dari orang yang punya sifat pasif, pendiam, sensitif, lemah dan tidak akan membalas orang di sekitarnya saat di ganggu. Umumnya, seseorang yang menjadi korban ini punya kepercayaan diri yang rendah.

Akar budaya perundungan ini berasal dari karakter individu maupun kelompok itu sendiri, contohnya dendam, semangat ingin menguasai korban, meningkatkan popularitas, persepsi nilai yang salah tentang perilaku korban. Perasaan tersebut bisa di pengaruhi oleh beberapa alasan, yakni:

Keluarga

Mayoritas pelaku biasanya berasal dari keluarga bermasalah, contohnya orang tua yang sering menghukum anak berlebihan, maupun situasi rumah yang di penuhi masalah. Anak bisa belajar perilaku tidak terpuji saat mengamati konflik yang terjadi di keluarga, terutama orang tua.

Setelah itu, anak akan meniru pada temannya, dan bila di biarkan tanpa di beri sanksi, pelaku akan merasa orang yang berperilaku agresif bisa meningkatkan status serta kekuasaannya di lingkungan.

Sekolah

Saat pihak sekolah mengabaikan kasus perundungan, pelaku akan merasa diri mereka kuat dan berkuasa untuk mengintimidasi anak lain. Akhirnya, perundungan pun berkembang pesat di sekolah.

Apalagi jika pihak sekolah tidak memberi hukuman yang tepat, contohnya hukuman yang tidak membangun atau tidak membuat pelaku punya rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota di sekolah.

Kelompok sebaya

Selain berinteraksi di keluarga dan sekolah, seseorang juga akan bergaul dengan teman sebayanya di sekitar rumah. Terkadang, perundungan terjadi karena orang tersebut ingin membuktikan bahwa mereka bisa masuk ke kelompok tertentu, walaupun diri sendiri merasa tidak nyaman dengan sikapnya.

Lingkungan sosial

Contoh hal yang mendorong seseorang jadi perundung karena mereka hidup dalam kemiskinan, dan bisa berbuat apa saja untuk memenuhi kebutuhannya. Situasi ini juga bisa mendorong orang tersebut melakukan pemalakan di lingkungan sekolah.

Tayangan televisi serta media cetak

Tayangan televisi maupun media cetak secara tidak langsung bisa memengaruhi perilaku seseorang. Terutama anak akan meniru adegan film yang di tontonnya, lalu meniru gerak dan perkataannya.

Jadi, akar budaya perundungan ini bisa di sebabkan oleh faktor-faktor di atas, sehingga terciptalah kepribadian seorang perundung yang merugikan diri sendiri serta orang sekitar, terutama korban yang di rundung.

Contoh Memutuskan Rantai Budaya Perundungan

Adalah contoh memutuskan rantai budaya bullying
Sumber: pexels.com

Situasi ini tidak boleh di anggap sepele, sehingga harus di putus rantainya agar perundungan tidak semakin banyak terjadi di lingkungan sekitar. Untuk kasus di sekolah, cara memutus rantai budaya perundungan ini adalah memberi contoh panutan yang baik bagi mereka.

Menurut Soraya Fadel, seorang Peneliti dari Pusat Kajian Komunikasi, panutan ini bisa berasal dari berbagai pihak, contoh alumni yang sudah berhasil, tokoh yang bisa membangkitkan semangat mereka sehingga termotivasi menjadi pribadi lebih baik.

Tidak hanya itu saja, saat perundungan terjadi, hal paling penting yang harus di berikan pada pelaku adalah memberi efek jera berupa hukuman. Jika perundungan terjadi di sekolah, hukumannya bisa berupa drop out atau hukuman lain setelah mengomunikasikannya ke orangtua siswa.

Untuk memutus kasus perundungan ini, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makariem akhirnya mengeluarkan peraturan baru yang meminta sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.

Tugas tim tersebut adalah menerima laporan dugaan kekerasan sampai memberi rekomendasi sanksi pada pelaku. Untuk mencegah kasus ini terjadi, beberapa pihak perlu mendorong perubahan, yakni:

Anak

  • Ikut membuat serta menegakkan aturan sekolah tentang pencegahan perundungan
  • Mengembangkan budaya pertemanan positif
  • Saling mendukung satu sama lain

Keluarga

  • Memperkuat peran orang tua untuk mencegah perundungan di sekolah dan rumah
  • Anak dan orangtua saling membangun komunikasi yang baik
  • Jika anak jadi korban, orangtua harus segera melaporkannya ke pihak sekolah

Sekolah

  • Memberi bantuan untuk siswa yang jadi korban
  • Membuat kebijakan anti-bullying bersama siswa
  • Ada layanan pengaduan kekerasan untuk murid melaporkan kasus perundungan dengan aman, dan rahasia

Masyarakat

  • Bersikap peduli dan berprinsip bahwa semua anak adalah anak kita yang harus di lindungi
  • Bekerja sama dengan sekolah untuk mengembangkan budaya antikekerasan
  • Melakukan pengawasan pada perundungan dan memberi bantuan pada korban

Menurut Amy Cooper Hakim dalam Barth (2017) ketika menghadapi pelaku bullying, kita harus berupaya untuk tampil percaya diri untuk menunjukkan bahwa kamu kuat tanpa harus di balas kekerasan.

Agar tidak terjerumus sebagai pelaku, cobalah untuk mengontrol diri, karena menurut Denson (2012) kontrol diri bisa menurunkan agresi dengan mempertimbangkan aspek dan aturan yang berlaku.

Jadi, seseorang bisa mengatur perilakunya ke arah yang lebih baik, serta selalu mempertimbangkan konsekuensi yang akan di hadapi. Jika berhasil mengontrol diri, orang tersebut bisa menghindari melakukan tindakan tidak terpuji pada orang di sekitarnya.

Organisatoris lain juga baca ini: Aneka Pakaian Adat Indonesia

Sumber:

  1. Ini yang Harus Dilakukan untuk Memutus Mata Rantai Kekerasan di Sekolah oleh detikNews
  2. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Pengertian oleh Universitas Islam Indonesia
  3. Mengatasi Dampak Bullying oleh Dr. Joseph Teguh Santoso, M.Kom
  4. Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini oleh Widya Ayu Sapitri, S.Psi., MH
  5. Deret Kasus Perundungan Pelajar yang Jadi Sorotan Setahun Terakhir oleh CNN Indonesia
  6. Bullying di Tempat Kerja oleh Dra. Sri Wahyu Andayani
  7. Ekskul Anti-Bullying Perangi Perundungan di Sekolah oleh Rivan Dwiastono
  8. Contoh Bullying di Sekolah: Kasus dan Cara Mengatasinya oleh Nimas Ayu Rosari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *