Generasi zaman modern, dengan gemerlap dan uforia teknologi bermunculan, membuat manusia kian mudah dalam menyelesaikan segala hal. Salah satunya terdapat dua generasi, yang mengalami hal ini. Jadi, bagaimana penjelasan mengenai mereka?Riska Putri – Organisasi.co.id
Waktu bergulir, arusnya tenang namun tak bisa terbendung. Kadang terasa cepat, kadang terasa lambat, namun sejatinya jalannya waktu adalah statis.
Arus yang egois terkadang membawa debur ombak ke pesisir takdir. Menggerus tebing-tebing zaman, memecah istana pasir bertajuk peradaban.
Zaman dan peradaban manusia berubah, menunggang debur arus waktu, terdampar, mencoba menancapkan akar di muka bumi. Kemudian ombak lainnya datang, tanpa terbendung menenggelamkan zaman, sekaligus menghantarkan zaman baru ke hadapan muka bumi.
Siklus muncul tenggelamnya zaman, melahirkan generasi manusia yang berbeda. Berbeda karena manusia harus berdaptasi dengan zaman, agar tidak punah, menjadi pupuk yang lenyap oleh tanah.
Dari beragam generasi manusia, artikel ini akan bercerita tentang dua generasi awal yang hidup di zaman modern. Mereka adalah generasi Baby Boomer dan Generasi X. Seperti apa perbedaan, persamaan, dan pengaruh mereka terhadap perkembangan dunia? Simak penjelasannya berikut ini.
Istilah Baby Boomer Zaman Modern
Paska Perang Dunia II, Amerika Serikat mengalami lonjakan kelahiran generasi penerus bangsa. Bak angin segar, perdamaian membawakan rasa nyaman dan stabilitas pada kehidupan.
Kembalinya para prajurit dari medang perang, mempersatukan kembali kekasih yang terpisah tugas negara. Insan manusia merengkuh cinta yang sempat hilang, memadu kasih, menanam benih nafas pada raga.
Hingga pada tahun 1946, terjadi lonjakan kelahiran generasi penerus. Tangan-tangan mungil, tangisan bayi, serta puji syukur para orang tua gegap gempita di seluruh tanah Amerika Serikat.
Istilah “baby boomers” kemudian melekat pada generasi kelahiran tahun 1946 hingga 1964. Secara etimologi, istilah ini berasal dari “baby boom”, sebuah istilah yang digunakan media cetak untuk menyebut lonjakan kelahiran di periode tersebut.
Istilah “baby boom” sendiri pertama kali digunakan oleh Sylvia F. Porter, seorang jurnalis New York Post, pada tanggal 4 Mei 1951.
Organisatoris lain baca ini: Menjadi Orator, Kuasai 9 Teknik Menguasai Panggung
Sylvia mendeskripsikan lonjakan populasi sebanyak 2.357.000 jiwa sebagai “boom”, yang kemudian berkembang menjadi “baby boom”.
Stabilitas negara membawakan kenaikan dalam kualitas hidup masyarakat. Generasi “baby boomers” menikmati kenaikan kualitas hidup pada zaman modern dalam bentuk:
- Reformasi pendidikan
- Perbaikan nutrisi
- Perbaikan kondisi tempat tinggal
- Peningkatan derajat literasi
- Perbaikan kesempatan mendapatakan pendidikan
- Lingkungan yang menstimulasi secara intelektual
Oleh sebab itu, rata-rata generasi “baby boomers” dalam zaman modern, memiliki skor IQ yang lebih tinggi dibandingkan generasi pendahulunya. Fakta ini dikemukakan oleh James R. Flynn dan Richard Lynn pada tahun 1980-an, setelah melakukan penelitian terhadap data psikometri intelektualitas masyarakat periode tahun 1930-an hingga 1970-an.
Disamping intelektualitas yang lebih baik, perbaikan nutrisi juga berpengaruh pada fisiologis generasi “baby boomers”. Generasi ini umumnya mencapai puberstas lebih awal, serta memiliki tinggi badan diatas generasi orang tuanya.
Tak ayal, hal tersebut menimbulkan ketegangan diantara generasi “baby boomers” dan generasi pendahulunya. Perbaikan kualitas hidup, fisik, dan intelektual “baby boomers”, menjadi kekhawatiran akan menjadi ancaman di dunia kerja.
Asal Sebutan Baby Boomer Lainnya
Karena apalah manusia tanpa rasa iri dalam hatinya? Benih kecil noda, yang jika kita biarkan akan menjalar, memenjarakan hati dalam dengki.
Meskipun berasal dari Amerika Serikat, istilah “baby boomers” pada dasarnya merupakan sebutan bagi kelompok demografis tertentu. Maka tak heran jika istilah “baby boomers” juga digunakan di seluruh penjuru dunia.
Hanya saja, periode waktu kelahiran, konteks demografis, serta karakteristik pengenalnya bervariasi.
Di benua Asia, lonjakan kelahiran tertinggi terjadi di Republik Rakyat Tingkok. Howard French mengatakan bahwa lonjakan kelahiran di Republik Rakyat Tingkok selama periode 1946-1964 merupakan yang terbesar di dunia.
Untuk mengontrol populasi serta memberikan jaminan keamanan pangan, pemerintah Republik Rakyat Tiongkok memberlakukan “Kebijakan Satu Anak” pada tahun 1979.
Mengatasnamakan kesejahteraan, kebebasan rakyat untuk menunaikan naluri alami untuk melahirkan keturunan diberangus. Generasi penerus tumbuh dan berkembang dalam kesendirian, tanpa gelak tawa dan pertengkaran dengan saudara sekandung.
Kebijakan ini kemudian harus melalui revisi pada tahun 1980an, mengizinkan mereka yang tinggal di pedesaan untuk memiliki 2 anak, jika anak pertamanya berjenis kelamin perempuan.
Sebuah koin memang selalu memiliki dua sisi muka. Pada satu sisi kualitas kehidupan meningkat pesat, namun di sisi lainnya kebebasan memenuhi naluri mendapat kekangan, terpasung kebijakan pemerintah.
Meskipun nampak berbeda, apa yang terjadi di Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok sejatinya adalah sama. Stabilitas dan peningkatan kualitas kehidupan memicu lonjakan kelahiran, juga peningkatan kualitas manusia.
Peningkatan kualitas manusia menimbulkan jurang perbedaan, yang pada akhirnya memicu kemunculan sisi muka dari seonggok koin.
Istilah Generasi X Zaman Modern
Generasi X merupakan istilah yang berfungsi untuk menyebut kelompok demografis setelah “baby boomers”, dan merupakan awal dari pencetusan zaman modern.
Sebagian besar anggota Generasi X merupakan keturunan dari generasi awal “baby boomers”. Sedangkan sebagian lainnya adalah keturunan dari generasi lebih tua, yang bernama “silent generation”.
Karenanya, anak-anak kelahiran pertengahan 1960an hingga awal 1980an umumnya tergolong sebagai Generasi X.
Meskipun demikian, para ilmuwan umumnya mendefinisikan Generasi X sebagai anak-anak kelahiran tahun 1965 hingga 1980. Dengan menggunakan definisi tersebut, terdapat 65,2 juta Generasi X di Amerika Serikat pada tahun 2019.
Pergeseran nilai-nilai dan norma sosial di masyarakat pada generasi “baby boomers”, berdampak langsung pada Generasi X.
Peningkatan angka perceraian, emansipasi wanita, serta peningkatan angka wanita pada dunia kerja, merupakan permasalahan yang dialami langsung oleh Generasi X. Hal-hal tersebut menyebabkan berkurangnya pengawasan dan pengasuhan orangtua, memicu pelekatan istilah “latchkey generation” pada Generasi X.
Istilah “latchkey generation” memiliki konotasi negatif, yang mana karakteristik umumnya adalah pemalas, sinis, dan apatis.
Organisatoris lain baca ini: Induk Olahraga Ski Air: 4 Peralatan dan Teknik
Pelekatan istilah tersebut pada Generasi X terasa ironis ketika menyadari bahwa karakteristik tersebut muncul sebagai mekanisme pertahanan diri. Sikap sinis dan apatis merupakan topeng, berguna untuk menutupi luka hati akibat kurangnya sentuhan kasih sayang orang tua.
Untunglah, Generasi X merupakan kelompok manusia bak ilalang. Lingkungan yang keras tidak menjadi alasan untuk layu, membusuk, kemudian mati sebelum berkembang.
Tumbuh besar dalam lingkungan keras, Generasi X berevolusi menjadi orang dewasa yang aktif, bahagia, dan memiliki keseimbangan pekerjaan-kehidupan. Generasi X juga mempengaruhi kebudayaan, memberi markah sejarah berbentuk aliran musik grunge dan hip hop, serta menjamurnya film independen.
Generasi X juga menjadi cikal bakal kecenderungan wirausaha. Sikap apatis memicu keengganan memasuki dunia kerja, menghindari bersinggungan dengan generasi pendahulu. Popularitas perkataan “Aku akan menjadi boss untuk diriku sendiri” bermula oleh Generasi X.
Asal Muasal Istilah Generasi X
Jika “baby boomer” berasal dari istilah sebutan fenomena lonjakan kelahiran, Generasi X merupakan istilah yang tidak sengaja tercipta.
Seperti kita ketahui, dalam Matematika “x” berfungsi untuk mengacu pada variabel yang tidak ada, belum ada, atau tidak terdefinisikan.
Istilah Generasi X pertama kali populer lewat sebuah novel karya Douglas Coupland berjudul Generation X: Tales for an Accelerated Culture, yang rilis pada tahun 1991.
Menariknya, penggunaan simbol “x” merupakan sebuah budaya yang populer saat itu. Banyak karya seni populer menyertakan simbol “x” dalam judulnya. Salah satunya adalah Malcolm X, sebuah film tentang aktivis Afrika-Amerika yang mendapuk Denzel Washington sebagai pemeran utama.
Awalnya bermaksud untuk menjadi nama sementara, Generasi X pada akhirnya menjadi istilah yang melekat secara umum.
Kelebihan Kekurangan Zaman Modern
Disamping peningkatan kualitas kehidupan dan reformasi pendidikan, terdapat beragam perbedaan dalam kehidupan manusia zaman modern. Perbedaan ini layaknya sebatang belati, bisa bermanfaat, bisa pula menjadi awal mula petaka.
Beberapa kelebihan dan kekurangan hidup di zaman modern, sebagai berikut:
Pariwisata
Peningkatan pendapatan perkapita berimbas secara paralel pada industri pariwisata.
Perkembangan ilmu pengetahuan mengantarkan peningkatan keamanan dan kenyamanan pada industri perjalananterutama pada generasi yang hidup di zaman modern ini. Hal ini menjadikan industri pariwisata lebih mudah terjangkau, dan semakin banyak masyarakat menggemarinya.
Disamping itu, pengelola industri pariwisata pun berlomba-lomba meningkatkan pelayanan. Saling bersaing menarik minat turis, dalam rangka mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Berwisata menjadi rutinitas generasi zaman modern. Melepas penat, sejenak “melarikan diri” dari tuntutan pekerjaan, bersembunyi dari hingar bingar kemajuan zaman.
Di sisi lain, kemajuan pariwisata membawa ancaman bagi lingkungan hidup. Kerusakan alam, pembangunan, penggundulan hutan, dan sampah merupakan sebagian permasalahan yang menyertai.
Keberlanjutan lingkungan hidup menjadi benih tanda tanya, yang terus berkembang seiring laju perkembangan pariwisata.
Kesehatan
Manusia di zaman modern secara umum memiliki umur harapan hidup lebih tinggi. Hal ini tercipta berkat peningkatan kualitas layanan kesehatan.
Pada masa kini, obat-obatan untuk penyakit yang dahulu mematikan, telah tersedia dan bisa didapat dengan mudah. Semudah beranjak ke warung terdekat, mengorbankan recehan untuk mendapatkan kesembuhan.
Namun, kemajuan bidang kesehatan tidak berjalan tanpa adanya kekurangan.
Percobaan pada hewan menjadi hal yang terus mendapatkan sorotan. Organisasi seperti PETA tidak kenal lelah memperjuangkan hak-hak hidup hewan, bersitegang dengan industri kesehatan.
Organisatoris lain baca ini: Olahraga Dansa Indonesia: 2 Teknik, Induk Organisasinya
Selain itu, pelayanan kesehatan juga dilabeli dengan nominal uang. Yang mana lebih banyak nominalnya, keterjangkauan dan kualitas yang mereka peroleh bisa lebih tinggi. Hal ini tentulah menimbulkan kerutan dalam di kening. Karena bukankah kesehatan merupakan hak hidup setiap insan manusia?
Pendidikan
Jika kita bandingkan dengan zaman sebelumnya, generasi di zaman modern memiliki kesempatan lebih tinggi untuk mendapatkan pendidikan.
Sebagai contohnya, kebijakan “Wajib Belajar 12 Tahun” di Indonesia. Melalui kebijakan ini, pemerintah mendukung pemerataan pendidikan, literasi, dan peningkatan intelegensi masyarakat.
Subsidi yang pemerintah berikan melalui kebijakan ini, memperluas jangkauan pendidikan dasar hingga menengah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara umum, pendidikan pun tidak lagi hanya untuk laki-laki. Saat ini, perempuan memiliki kesempatan setara dalam hal mendapatkan pendidikan. Institusi pendidikan menjadi lembaga inklusif. Secara adil membagikan cahaya ilmu pengetahuan, tak peduli jenis kelamin sang pembawa lilin.
Di sisi lain, ketersediaan dan keterjangkauan pendidikan berimbas pada menurunnya kualitas siswa secara umum.
Pada masa lalu, pendidikan tergolong sebagai barang mewah, bahkan lebih berharga dari kerbau dan lembu penyambung hidup. Maka dari itu, para siswa di masa lampau memiliki semangat juang lebih tinggi dalam mengenyam pendidikan.
Beasiswa merupakan anugerah Tuhan, para siswa berlomba-lomba mendapatkannya, untuk sekadar meringankan beban di bahu orang tua.
Sementara siswa masa kini, lebih banyak yang senang bergaul di internet. Terkoneksi dengan manusia lain di seluruh dunia meningkatkan kemampuan berbahasa, namun juga menurunkan tingkat literasi.
Generasi muda masa kini lebih senang bermain media sosial, bergumul dengan ponsel, menelantarkan buku-buku teronggok berdebu di pojok kamar.
Jika buku adalah makhluk hidup, mungkin para remaja akan memberi sedikit perhatian pada mereka. Karena siapa yang bisa tenang bermain Tik Tok dengan latar belakang suara batuk-batuk?
DAFTAR PUSTAKA
- Shehan, Paul. 2011. Greed of Boomers Led Us to a Total Bust. Sidney: The Sidney Morning Herald.
- Owram, Doug. 1997. Born at the Right Time. Toronto: University of Toronto Press.
- Salt, Bernard. 2004. The Big Shift. South Yarra, Victoria: Hardie Grant Books.