Nyatanya “Korupsi” sampai detik ini yang bahkan sebagai generasinya Gen-Z masih menjadi momok perbincangan di Indonesia bahkan seperti tidak memandang usia. Tapi bagaimana sejarah fenomena tersebut? Trias Politika
Modernisasi adalah satu masa dimana manusia sangat terbantu dengan adanya kemajuan teknologi, khususnya dalam management segala aktivitas di setiap harinya.
Mulai dari yang sederhana, cukup berat, sampai terekstrem sekalipun kegiatannya. Positif? sangat di dukung, negatif? Rasa-rasanya juga demikian.
Terlebih di Indonesia sedang sekali marak berbagai dari kalangan yang berbeda, teramat benci dengan kasus “Korupsi” yang semakin hari beritanya semakin ngeri.
Lalu, kenapa ya masyarakat kita sendiri malah asyik membuat saudaranya menderita dengan jalan sebagai “Koruptor”? Apa yang membelakangi fenomena ini?
Mari kita bahas selengkapnya!
Sejarah Korupsi Indonesia
Sebenarnya sejarah korupsi ada di Indonesia sampai sekarang masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak, entah dari sejarawan atau pun sosiolog.
Namun beberapa ahli tersebut ada yang mempercayai bahwasannya korupsi sendiri datang dan ada pada zaman penjajahan Belanda.
Yang mana pada zaman tersebut Belanda masih menggunakan sistem feodal dan nepotisme. Selama masa menjajah di Indonesia, Belanda juga memperkenalkan beberapa sikap berupa praktek korupsi seperti menyuap yang dilakukan oleh orang-orang Belanda terhadap penguasa lokal.
Kemudian dari peristiwa tersebut, sistem demokrasi yang terbangun oleh mereka banyak tuai pintu-pintu kegiatan korupsi lebih banyak.
Meski begitu, kita tidak bisa meng-klaim dengan mudahnya. Mengingat hal tersebut sampai dengan sekarang masih menjadi perdebatan dari beragam kalangan, utamanya para ahli.
Budaya yang Berpotensi Menjadi Koruptor
Tapi, apakah beragam kasus korupsi yang ada di Indonesia hanya berawal dari kegiatan suap menyuap saja? Yang pastinya tidak semudah itu meng-klaim.
Nyatanya kegiatan praktek korupsi menurut beberapa ahli bisa berawal dari kebiasaan yang ditoleransi oleh orang-orang sekitarnya.
Organisatoris lain juga baca ini: Kelengkapan Sidang MK
Tapi apa saja budaya yang bisa menjadikan satu penyebab orang itu berbuat tindak pidana korupsi?
Berbohong
Yang mana sebenarnya banyak dari kita masih banyak orang mentoleransi skill ini dengan beragam alasan.
Walaupun tidak semua, tapi beberapa orang akan mentoleransi skill tersebut meski yang melakukan adalah anak kecil.
Sayangnya tidak sediki kita orang dewasa yang sadar bahwa hal tersebut bisa saja menjadi penyebab seseorang bisa melakukan tindak pidana korupsi.
Bahkan orang terdekat pun seperti orang tua, secara tidak sengaja sedang mengajarkan praktek tersebut kepada anaknya.
Seperti misalnya pada saat anak mendapatkan uang lebaran dengan dalih ditabung ke orang tua lebih aman, dan alasan lainnya yang sampai sekarang masih ditoleransi.
Serakah
Tidak sedikit dari kita yang juga mungkin menyadari bahwa kadang sifat serakah bisa berasal dari orang terdekat, bahkan mungkin terbiasa.
Merasa tidak puas dengan apa yang kita dapatkan dalam bentuk positif memang baik, tapi jika berlebihan, jatuhnya akan serakah, bahkan bisa lebih parah dari itu.
Mungkin fenomena seperti anak yang masih dimaklumi ketika mereka meminta sesuatu dan harus dituruti oleh orang tua, atau yang lain. Ya, meski kecil tapi ketika masih mendapatkan toleransi oleh orang sekitar, maka dalam otak mereka akan merespon bahwa hal tersebut sebenarnya wajar.
Mindset “Semua dengan Uang, Beres!”
Meski ada benarnya, tapi mindset tersebut nyataya bisa menjadi pintu untuk orang bisa melakukan tindak pidana korupsi.
Mengapa? Pemikiran tersebut secara tidak sadar akan membentuk orang yang mengentengkan suatu hal tanpa tahu sebenarnya proses merupakan suatu hal paling esensial ketika seseorang ingin mendapatkan sesuatu.
Palak dan Pemerasan
Tidak bisa kita pungkiri tindakan tersebut juga masih merajalela di kalangan sekolah anak-anak zaman sekarang.
Bahkan tindakannya lebih ngeri. Dari tindakan ini bisa memunculkan beberapa perilaku negatif lain seperti bulliying, kekerasan, dan sebagainya.
Dan dari tindakan tersebut terkadang beberapa orang dewasa dari kita kerap memaklumi hal tersebut. Dengan dalih, “masih anak-anak sekolah” atau “wajar, kadang nakalnya anak sekolah begitu”.
Yang mana secara tidak sadar, kita mengajarkan kepada anak-anak bahwa tindakan tersebut memang wajar adanya, mengingat tidak ada yang namanya hukuman ketika melakukan kesalahan.
Itulah beberapa budaya yang mungkin dari kita masih merasakan hal tersebut.
Tingkat Kesadaran Terhadap Tindak Korupsi di Indonesia
Namun akan muncul pertanyaan baru, bahwa apakah Indonesia termasuk kita sebagai warganegaranya memiliki kesadaran akan tindak pidana korupsi termasuk ke dalam kategori rendah?
Dari beberapa data yang terhimpun terkait rasa aware terhadap tindak pidana korupsi, rata-rata dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Yang mana memberi tanda bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, mereka akan lebih peduli terkait dampak buruk dari tindakan korupsi.
Walaupun memang hal tersebut tidak “mutlak” yang kemudian bisa dipukul rata oleh kita kepada mereka yang mengenyam pendidikan lebih tinggi.
Organisatoris lain juga baca ini: Penyebab Korupsi : Teori Gonet
Tapi, berapa saja tingkat kesadaran akan hal tersebut?
Menurut data IPAK (Indeks Perilaku Anti Korupsi) terbagi dalam beberapa poin. Yang mana rata-rata IPAK warga Indonesia berada di angka 3,92 dari poin sempurna yakni 5.
- Dalam perkotaan, IPAK rata-rata lebih tinggi ketimbang mereka yang berada di pedesaan, ialah sebesar 3,93
- IPAK yang pendidikan di bawah SLTA, berada di angka 3,88
- Rata-rata IPAK untuk pendidikan SLTA sederajat, ialah 3,93
- Dan yang berada di pendidikan S1 dan sebagainya berada di angka 4,02
- Masyarakat yang usianya di umur 40 tahun, sebesar 3,92
- Untuk di atas itu, memiliki IPAK sebesar 3,91
Itulah beberapa poin yang dapat menjadi pandangan kita untuk lebih aware dan lebih paham lagi terkait bahayanya dari tindak pidana korupsi tersebut.
Contoh Kasus Korupsi “Mega Kasus” di Indonesia
Begitulah kita sebagai warganegara Indonesia. Yang sebenarnya sudah muak dengan beragam tingkah laku para pejabat. Seakan memberikan definisi sendiri bahwa “uang” sepertinya menjadi kunci dunia.
Sehingga hal apapun yang mereka lakukan walau itu salah, bisa tertutup dengan adanya uang atau pun harta berlimpah, meski tidak semua orang begitu.
Seperti contoh kasus korupsi baru-baru ini yang ramai di jagad sosial media. Walikota Semarang beserta dengan suaminya, tersandung tindak pidana tersebut.
Namun, tidak hanya 1 kasus itu saja yang sudah ramai sebelumnya. Apa saja?
Kasus 271 T yang Menyeret Suami dari Artis Terkenal Indonesia
Masih ingat dengan kasus ini? Benar. Kasus yang pada saat itu mengejutkan warga Indonesia dan jagad media sosial.
Kasus Timah yang membuat Indonesia harus menelan kerugian hingga 271 Triliun tersebut, merupakan jenis kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan).
Dari kasus tersebut akhirnya menetapkan ada 16 orang yang menjadi tersangka. Salah satunya merupakan artis cantik terkenal Indonesia.
Pada kasus ini, mereka juga bisa mendapatkan ancaman hukuman seumur hidup atau bahkan bisa lebih parah sesuai dengan kondisi tertentu.
Transaksi 3000 T
Masih ingat dalam benak kita, setelah kasus sebelumnya muncullah kasus “Mega” Korup di Indonesia yang juga membuat Negara tercinta harus menelan kerugian sebesar 3000 Triliun.
Kasus ini terkuak lantaran Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyentil soal adanya transaksi jumbo yang nominalnya luar biasa besar.
Yang kemudian dari hal tersebut terkuaklah temuan adanya transaksi gelap hasil analisa PPATK yang tak pernah terurus sepanjang tahun 2009 s/d 2023.
Kasus tersebut muncullah nama tersangka bernama Rafael Alun yang merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang mana menyeret setidaknya ada 25 artis ternama Indonesia yang diduga menikmati uang hasil korupsinya.
Kasus Korupsi Kementan (SYL)
Dimana temuan ini berawal dari adanya masukan laporan dari KPK terkait dengan tindak pidana korupsi dengan bukti lengkap dan akurat.
Dari kasus tersebut, terkuak tersangka SYL atau kita kenal sebagai Syahrul Yasin Limpo, yang merupakan Menteri Pertanian Indonesia.
Pada kasus tersebut SYL didakwa melakukan pemerasan dan juga mendapatkan dana gratifikasi sebesar 44,5 Miliar.
Alasan Korupsi Tetap Ada di Indonesia
Benarkah tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia seperti sekarang, sangat susah untuk kita hilangkah?
Organisatoris lain juga baca ini: Jenis Korupsi di Indonesia
Walaupun sudah ada begitu banyak gerakan menentang korupsi entah di berbagai belahan dunia maupun Indonesia. Suatu hal akan tetap berjalan seperti biasa ketika poin-poin ini terus terjadi di Negara kita, seperti:
Kemiskinan
Yang mana faktor ekonomi sangat besar kemungkinannya untuk seseorang dapat melakukan tindak pidana korupsi.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan seseorang harus memenuhi kebutuhan dasar mereka yakni kebutuhan secara fisik Baik sandang, pangan hingga papan.
Dalam teori Piramida kebutuhan menurut Abraham Maslaw, phsycological needs adalah poin yang sangat mendasar bagi seseorang dalam hidup mereka sebelum melangkah ke taraf berikutnya.
Dari kondisi tersebut akan memunculkan sifat-sifat yang tadi sudah kita bahas, seperti serakah, berbohong, memalak, dan sebagainya.
Kurangnya Pemerataan Pendidikan
Dimana dalam beberapa data yang ada, Indonesia memiliki prosentase sangat kecil terkait warganegaranya yang mengenyam pendidikan hingga Sarjana.
Bahkan dari fakta tersebut banyak menimbulkan permasalahan hingga asumsi “Pendidikan Tinggi merupakan kebutuhan Tersier” muncul.
Itulah kenapa hal tersebut dapat menjadi fakto orang akan tetap melakukan korupsi dari yang nominal kecil hingga fantastis.
Mengingat pendidikan bukan sekedar soal angka atau pun nilai pada pelajaran tertentu. Tapi lebih dari itu, mengajarkan kita tentang bagaimana merespon sudut pandang terkait fenomena tertentu.
Dengan terus mengedepankan kevalidan suatu fakta, dan bisa menjadi satu kunci manusia bisa menjadi lebih baik lagi.
Lemahnya Hukum di Suatu Negara
Hal ini menjadi titik krusial suatu Negara ketika mereka harus hancur. Lemahnya hukum di suatu negara seperti kita di Indonesia. Rasa-rasanya hukum di Negara kita sangat mudah di beli oleh “Oknum” dengan harta.
Seolah dengan adanya hal tersebut dalam alam bawah sadar mereka akan men-setting jika tindakan apapun yang mereka lakukan walaupun fatal sekalipun, mereka akan tetap bebas atau mungkin mendapatkan keringanan hukuman.
Dengan cara “membeli” hukum Negara.
Kesimpulan
Dan yang paling penting dalam mengatasi tindakan Korupsi, harus berawal dari niatan kita sebagai individu.
Kita harus mengerti dan tahu, bahwa dampak tersebut sangat egois jika kita lakukan. Karena yang menjadi “tumbal” adalah orang banyak.
Yang menjadi korban adalah kebahagiaan orang lain, kesejahteraan orang lain, dan membuat orang lain menderita. Yang mungkin sebenarnya, mereka tidak tahu menahu salah mereka apa sehingga mereka bisa mendapatkan kenyataan tersebut yang mana, penderitaan itu berasal dari kita sebagai manusia.
Manusia yang penuh ketamakan, keserakahan, dan sangat tidak empati terhadap orang lain.
Jika kamu suka dengan pembahasan seperti ini, bisa langsung mampir ke website kita ya!
Sumber: