PPNI Makassar Terjebak Politik Praktis Tahun Pilkada 2020

Kolegium Keperawatan PPNI Makassar
Organisasi Profesi Keperawatan, Kolegium dan Keseminatan Serta Badan Kelengkapan

Pertarungan Pemilihan Kepada Daerah Tahun 2020, telah menciptakan polarisasi dalam tubuh Organisasi Profesi Termasuk PPNI Kota MakassarKonsep, Organisasi.co.id

Kontestasi Pilkada Kota Makassar tahun 2020, sebagai lokasi pertarungan “terberat” pada kawasan Indonesia Timur. Saat ini telah membentuk spektrum pertarungan yang sengit dengan berbagai klan yang terlibat pada prosesnya.

Bacaan Lainnya

Baca juga organisasi lain: Kolegium Keperawatan, Organisasi 24 Keseminatan PPNI

Sebagaimana proses pemilihan kepada daerah yang lain. Makassar selalu saja menjadi magnet terkuat yang memancing banyak orang untuk mengikuti update informasinya.

Hal ini, masih saja menyuguhkan rivalitas antara Mohammad Danny Pomanto, Walikota sebelumnya yang terdiskualifikasi. Berhadapan dengan Munafri Arifuddin yang terkalahkan oleh Kolom Kosong.

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa kekalahan Munafri Arifuddin melalui serangkaian perlawanan Kolom Kosong. Dengan Jenderal Pemenangan dengan Komodor Tim tahun 2018. Bersama beberapa tim pemenangan yang menjadi bagian dalam pemenangan tersebut.

Suguhan sesi kedua antara Danny Vs Munafri, ternyata tidak menyuguhkan Head to Head. Sebab terdapat pemain lain yakni Syamsu Rizal (Dg Ical) dan Irman Yasin Limpo (None).

Dengan keempat calon yang bertarung tersebut, tidak bermakna tanpa jejaring, yang juga masing-masing kuat.

Klan Dalam Pertarungan Pilwali Makassar

Sebelum mengurai tentang keberpihakan organisasi profesi PPNI Makassar yang termakan jebakan politik praktis. Maka berikut ini akan kita uraikan tentang siapa saja “Gajah” dari balik para kandidat tersebut.

Danny Pomanto – Fatma Rusdi

Danny Pomanto itu fenomenal, dengan berbagai prestasi membangun Makassar yang tercatat dari kementrian. Terakhir, pada masa kepemimpinannya terlibat perseteruan dengan Gubernur Sulsel terpilih “Prof Nurdin Abdullah”

Ekskalasinya meningkat ketika seluruh Surat Keputusan Danny Pomanto sebagai Walikota dengan 3 rotasi terakhir dianulir, karena beberapa pertimbangan.

Kali ini maju kembali sebagai Calon Walikota Makassar, berpasangan dengan Fatmawati (Istri dari Rusdi Masse). Ketua DPW Nasdem Sulsel, sebagai sebuah kekuatan “baru” Tokoh Sulawesi Selatan.

Partai pengusung selain dari Partai Nasdem adalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Tarikan keluarga Sidrap, akan mengarah pada kandidat ini, mengingat RMS akronim dari Rusdi Masse. Memiliki hubungan baik dengan warga Sidrap dan sekitarnya (Kawasan Ajatappareng).

Sementara itu, beberapa Birokrat masih loyal kepada Danny Pomanto, “dianggap” tetap bergerak untuk memenangkan DP Akronim Danny Pomanto. Terutama yang pernah menjabat lalu SK mereka teranulir.

Meski demikian (loyalis dari unsur birokrat), juga terdapat beberapa Birokrat yang memilih melawan. Sebagaimana telah menjadi “korban mutasi”, maupun yang tidak mendapat tempat menjabat pada masa kepimpinan DP.

Munafri Arifuddin – Abdul Rahman Bando

Meski sebelumnya tumbang oleh Kolom Kosong ketika berpasangan dengan Rachmatika Dewi, Munafri Arifuddin kembali menata pasukan. Dengan berpasangan Abdul Rahman Bando, seorang Birokrat berpengalaman dengan beberapa jabatan penting sebagai Kepala Dinas pada Pemerintah Kota Makassar.

Munafri Arifuddin, merupakan menantu dari Aksa Mahmud (Owner Bosowa Grup) dan Juga Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI). Keduanya merupakan tokoh Nasional yang memiliki jam terbang tinggi pada pertarungan secara nasional.

Belum lagi Abdul Rahman Bando, dengan Fam Bando, dengan track record, sebagai orang yang berpengaruh, termasuk pada Kabupaten Enrekang. Kepala Arsip Nasional, merupakan salah satu dari keluarga ini. Tentunya memiliki jejaring kuat secara Nasional.

Dalam hal dukungan, kandidat ini mampu mengkanalisasi kelompok Mandar (asal Munafri Arifuddin) dan Enrekang (Rahman Bando), secara geopolitik.

Juga beberapa Birokrat, yang tidak mendapat tempat pada masa kepemimpinan DP.

Meski kandidat ini pula, disinyalir mendapat dukungan dari Gubernur Sulsel (Prof. Nurdin Abdullah), sebab terdapat kedekatan Emosional antara Aksa Mahmud dan NA.

Daeng Ical – Ananda

Syamsu Rizal, yang sebelumnya merupakan Wakil Walikota dari DP, saat ini tampil menjadi penantang kedua pasangan diatas. Sebagaimana rahasia umum, bahwa Daeng Ical mendapatkan dukungan dari Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

IAS, merupakan mentor dari DIA (Danny Ical), pada saat proses pemilihan pada Pilwali tahun 2013. Meski belakangan terjadi Kontroversi sebab DP menganggap tidak demikian.

Namun harus kita pahami bahwa pengaruh IAS masih kuat hingga saat ini, selama 10 tahun menjabat sebagai Walikota Makassar. Telah menuangkan banyak pemikiran dan menciptakan porsi kekuatannya, dalam birokrasi dan sosial masyarakat.

Sementara itu Dr Ananda sebagai seorang dokter, telah berhasil merebut hati “tenaga kesehatan” dengan latar belakang sebagai seorang dokter.

Belum lagi dr Ananda banyak tersiar kabar sebagai salah seorang keluarga dari konglomerat, pengusaha minyak dari Kalimantan.

None – Zunnun

Sebagaimana pada Pilkada sebelum ini, None ketika berpasangan dengan Busrah Abdullah (Ketua PAN Makassar Demisioner), pada pilwali tahun 2015. Menempati posisi kedua, menyingkirkan Supomo Guntur, dan beberapa kandidat lainnya.

Dalam hal strategi pemenangan, None tidak bisa kita pandang sebelah mata, bahkan sangat matang dalam urusan strategi tersebut.

None atau Irman Yasin Limpo seorang Birokrat handal yang dalam hal kepemimpinan sangat elegan. Dengan kemampuan mengorganisir yang sangat ampuh. Bukan politisi karbitan.

Sebagaimana kita ketahui pula bahwa dalam Barisan None terdapat beberapa nama bear, salah satunya adalah Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo.

Syahrul masih memiliki banyak loyalis yang saat ini berada pada lingkup pemerintah provinsi Sulsel, dan hal itu cukup merepotkan lawan-lawan None.

Selain itu pula, Zunnun yang merupakan anak kandung dari Nurdin Halid, politisi senior dalam tubuh Golkar.

Bersatunya klan Syahrul dan Nurdin Halid, sebagai sebuah kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Sikap PPNI Makassar

Politik adalah sebuah ruang kebijakan untuk pengembangan dan keberadaannya sangat penting. Dan pada kebanyakan orang atau kelompok mengambil bagian dalam kegiatan tersebut. Semua karena ingin dekat dengan pengambil kebijakan serta memberikan pengaruh pada sebuah kebijakan.

Kontestasi tersebut telah menjadi magnet besar, mengakibatkan beberapa kelompok dan organisasi mengambil bagian di dalamnya. Dan lebih membingungkan karena Organisasi Profesi telah tersert kedalamnya. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Makassar.

Sebagaimana kita ketahui bahwa perawat memiliki organisasi profesi, yang memiliki jumlah anggota yang sangat banyak dalam lingkup tenaga kesehatan.

Menjadi sebuah pertanyaan besar, ketika organisasi tersebut terjebak dalam politik praktis. Banyak kalangan yang menyayangkan sikap praktis tersebut. Sebab dalam tubuh organisasi yang berdiri sejak 17 Maret 1982 tersebut. Terdapat pegawai Negeri Sipil (PNS).

Hal ketertarikan PPNI dalam ruang politik, bisa jadi sebagai akumulasi kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah selama ini. Yang tidak menempatkan mereka dalam beberapa pengambilan kebijakan dalam tubuh logo bakti husada.

Dukungan PPNi Makassar
Dukungan PPNI Kota Makassar Kepada Salah Satu Kandidat (Sumber: Sulselsatu)

Sikap Ketua PPNI Kontroversial

Melalui Ketua DPD PPNI Kota Anging Mammiri tersebut, Hamzah Tasa dalam beberapa pernyataannya menyebutkan. Bahwa Danny Pomanto memiliki program pro Perawat.

Sikap Hamzah Tasa tersebut, dalam hal politik berbanding terbalik dengan Pendahulunya Abdul Haris Awie, yang juga pernah menjadi Ketua PPNI Kota dengan ikon Pantai Losari tersebut.

Ketika tahun 2016, Abdul Haris Awie lebih cenderung membangun koneksi antara Pemerintah Kota dengan PPNI sewaktu Danny Pomanto menjabat sebagai Walikota. Hubungan tersebut berlanjut hingga tahun 2018.

Bahkan Ketua PPNI ketika itu menjadi Pengatur Tim-tim besar Danny Pomanto. Namun tidak menyeret Organisasi Profesi dalam politik praktis, PPNI lebih soft dalam memberikan dukungan ketika itu.

Selanjutnya, dengan langkah praktis, melalui Yayasan Generasi Mandiri Nusantara Sejahtera (GEMA NUSA Foudation), ia mendorong Perda Perlindungan Perawat. Melalui Hak Inisiasi DPRD Kota Makassar. Jadi Perda tersebut bukan atas usulan Eksekutif.

Namun ketua ketika itu, mengembangkan jaringan politik, namun tidak menyeret Organisasi Profesi. Maka lahirlah Perda Perlindungan Perawat tersebut.

Berbanding terbalik dengan Hamzah Tasa yang mengambil langkah terlalu percaya diri dengan membawa organisasi pada kegiatan politik praktis secara langsung. Hal ini kontroversial.

Tanpa membuka peta kekuatan para kandidat dalam pertarungan di Kota Makassar, PPNI yang seharusnya memposisikan diri sebagai pengurai. Bukannya terjebak dalam dukung mendukung.

Sebab jika demikian adanya, PPNI telah mengarahkan dukungan pada salah satu kandidat, maka akan sangat resisten ketika kandidat tersebut mengalami kekalahan.

PPNI Makassar terjebak dalam nuansa politik praktis.

Serta bagaimana dengan para ASN (Aparatur Sipil Negara) yang ada pada lingkup organisasi profesi.

Organisasi lain: Kolegium Keperawatan, Organisasi 24 Keseminatan PPNI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *