Sejarah Pertanian Organik: 4 Pola Penanaman

sejarah pertanian organik
tanah (kelaspintar.id)

Sejarah pertanian organik menjadi cara bertani yang populer di masa sekarang. Banyak kebaikan yang ada dalam teknik pertanian ini. Namun sudahkah kita mengetahui sejarah pertanian organik?Tika, organisA51 – organisasi.co.id

Sejarah Pertanian Organik

Bertani secara organik telah ada sejak tahun 1930 an akibat reaksi dari pertumbuhan kondisi pertanian yang bergantung pada pupuk sintetis.

Bacaan Lainnya

Sedangkan pupuk buatan sendiri telah ada pada abad 18 yang mana pupuk kimia pertamanya adalah Super Fosfat. Kemudian turunlah pupuk amonia yang proses produksinya adalah secara massal.

Adapun metode pembuatannya menggunakan proses Haber – Bosch yang telah ada selama perang dunia 1. Harga pupuk sintetis ini murah serta kuat dan mudah dalam sisi pengantarannya.

Setelah pupuk terbentuk, muncullah pestisida kimia di tahun 1940 an. Hal ini membawa dunia ke arah era pestisida.

Sedangkan untuk pertanian organik, Sir Albert Howard merupakan ayah dari pertanian organik. Banyak orang di seluruh dunia yang turut mengaplikasikan metode organik ini walaupun hasil pertaniannya lebih kecil.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepedulian sesama terhadap lingkungan. Namun seiring berkembangnya jaman dan waktu, kasus subsidi pemerintah menarik petani untuk kembali ke konversi.

Alasan keberadaan pertanian organik masih kecil persentasenya sampai saat ini adalah karena masalah ekonomi. Jika kita buat kilas baliknya, maka berikut pembagian eranya:

– Tahun 1920an

Teori Biodinamika telah berguna untuk menanggulangi efek negatif dari penggunaan bahan kimia. Di tahun inilah para para mengembangkannya. Saat ini teori tersebut kita kenal dengan istilah pertanian organik.

– Tahun 1940an

Dari waktu ke waktu, pertanian organik semakin berkembang.Seorang ahli biologis asal Inggris bernama Sir Albert Howard mengembangkan sistem pertanian organik di Eropa bersama istrinya. Beliau adalah ahli fisiologi tanaman.

Mereka mendapatkan inspirasi melalui pengalaman gabriel Horward sebagai penasihat pertanian di bengali, India. Merekalah yang kemudian pertama kali menggunakan prinsip ilmiah di bermacam pertanian tradisional.

Inilah sebabnya ia memiliki julukan sebagai “bapak pertanian organik”. Apa yang mereka berdua lakukan merupakan acuan para petani organik dunia.

Organisatoris lain baca ini: Pengertian Pertanian Organik

Sejarah Pertanian Organik di Indonesia

Di Indonesia, penggunaan pestisida dan bahan kimia terjadi setelah orde baru. Tujuannya tidak lain untuk mencapai swasembada tanam. Namun lambat laun masyarakat Indonesia cukup sadar betapa pentingnya melakukan pertanian yang alami.

Mereka menyadari bahwa pertanian organik tidak hanya lebih sehat karena bebas bahan kimia, namun juga memiliki keuntungan serta nilai ekonomi yang lebih besar.

Syarat penerapan sistem pertanian ini adalah dengan adanya prinsip perlindungan, ekologi, keadilan, dan kesehatan. Maksudnya adalah harus memperhatikan kesehatan dan kelestarian hewan, tanah, manusia, dan bumi.

Mereka adalah satu kesatuan dan sebuah komponen yang saling terhubung.

Sejarah Pertanian Di Bumi

tanah (yuksinau.id)

Budidaya tanaman dan ternak menjadi cara awal peradaban manusia untuk mengubah kebudayaan mereka. Para manusia pra sejarah menyepakati bahwa pertanian pertama kali terjadi sekitar 12 ribu tahun yang lalu.

Pertanian pertama kali terbawa oleh daerah bulan sabit di Timur Tengah yaitu lembah Sungai Tigris dan Eufrat. Sistem tersebut terus berkembang ke daerah barat hingga ke Yordania dan Suriah.

Bukti-bukti menunjukkan di daerah tersebut dulunya terdapat budidaya biji-bijian seperti gandung dan polong-polongan.

Kemudian saat zaman es terakhir di era Pleistosen, banyak terdapat hutan dan padang rumput sebagai awal mula pertanian.

Masyarakat di jaman batu muda, megalitikum, dan perunggu telah mengenal pertanian. Jenis kegiatan bertani telah mengubah kepercayaan mereka dari memuja dewa-dewa perburuan menjadi memuja dewa-dewa pelambang ketersediaan pangan dan kesuburan.

Bertani pun lanjut ke wilayah Eropa serta Afrika Utara yang saat itu bukit Sahara belum lah menjadi gurun sepenuhnya. Di Tiongkok terdapat budidaya Jewawut dan padi sejak tahun 6000 sebelum masehi.

Di Jepang dan Korea pertanian terjadi sejak seribu tahun sebelum masehi.

Pola Pertanian Dari Zaman ke Zaman

Pertanian dan prinsipnya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Adapun perkembangan zaman terkait kegiatan bertani terbagi atas tiga zaman utama.

Bentuk Pertanian Zaman Prasejarah

Di Indonesia, zaman prasejarah hadir dengan adanya zaman batu. Pada masa peralihan dari zaman Mesolitikum menuju Neolitikum, terjadilah perubahan budaya.

Hal ini kita sebut dengan Revolusi Neolitik. Pada masa Mesolitikum, manusia akan berburu dan meramu. Kehidupan mereka masih cenderung nomaden. Namun ketika memasuki zaman Neolitikum, mereka mulai memperoduksi makanan sendiri.

Proses memproduksi makanan tersebut kita sebut bertani. hal ini terjadi sekitar 12 ribu tahun yang lalu. Yang perlu kita pahami adalah perbedaan waktu dan teknik tanam di setiap dunia.

Dengan demikian, sejarah pertanian di era prasejarah berbeda-beda dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan teori yang ada.

– The Oasis Theory

Pencetusnya adalah Raphael Pumpelly di tahun 1908 yang kemudian populer oleh V. Gordon Childe di tahun 1928. Teori ini menyatakan bahwa jika iklim semakin kering, maka masyarakat akan berhubungan dengan hewan.

Kemudian mereka juga akan berusaha mencoba penanaman benih.

– Hipotesis Hilly Flanks

Teori oleh Robert Braidwood di tahun 1948 menyatakan jika pertanian telah ada di iklim tidak kering seperti apa yang telah diungkapkan Childe.

Bahkan justru pertanian ada di lereng berbukit di daerah pegunungan Zagros dan taurus. Tanah di sana justru sangat subur sehingga mendukung pertumbuhan banyak tanaman.

– Teori-teori demografis

Pencetusnya adalah Carl Sauer yang kemudian diadaptasi oleh Kent Flannery dan lewis Binford. Pada teori ini tersebutkan bahwa masyarakat yang mulai menetap akan terus berkembang dan memerlukan lebih banyak makanan.

bermacam-macam faktor ekonomi dan sosial medorong kebutuhan manusia akan makanan.

– Revolusi Neolitik

Di era inilah masyarakat mengenal sistem barter dan bertani sederhana. Mereka cenderung menanam kentang, gandum, kedelai, dan jagung.

Di kehidupan mereka yang agraris, mereka juga menggunakan alat-alat pertanian sederhana serta mulai hidup secara permanen.

Pola Bertani Zaman: Agama

Manusia mengenal kepercayaan sejak masa mesolitikum atau jaman batu. Di masa ini pula kepercayaan manusia terbagi atas animisme dan dinamisme.

Sebelumnya mereka telah mengenal adanya dewa-dewa serta kepercayaan terhadap roh pada benda. tidak hanya itu, mereka yakin makhluk hidiup yang telah mati juga memiliki roh.

Di masa neolitikum, ketika mereka mulai menjajaki pertanian atau bercocok tanam, mereka meyakini jika dewa-dewa kesuburan itu nyata adanya.

Dari sinilah muncul suatu syarat untuk memberikan dewa sebagian hasil panen. Dewasa ini, kebudayaan ini masih melekat di beberapa daerah di Pulau Jawa.

Ini merupakan bentuk syukur untuk membawa hasil panen ke lautan atau sekeeddar memakannya bersama-sama. Ada pula yang mempersembahkannya pada pohon-pohon besar.

Kenyataannya memang kebudayaan ini masih ada hingga saat ini. Keyakinan-keyakinan jika bertani akan berhasil apabila melakukan ritual ini dan itu masih kental d masyarakat Kejawen.

Sekalipun demikian, tradisi tersebut tetap berpatokan pada satu prinsip yaitu saling memberi dan sistem berkelanjutan dari alam dan untuk alam.

Organisatoris lain baca ini: Bakteri Fotosintetis: Pengertian, 5 Jenis Hingga Manfaat

Bentuk Pertanian Modern: Masa Kehancuran Tanah Di Bumi

pencemaran tanah (theinsidemag.com)

Manusia dan populasinya di bumi ini membutuhkan makanan. Dalam rantai makanan, nampak jelas bahwa tanaman merupakan produsen dan berada di rantai terbawah.

Bahkan walaupun manusia cenderung memakan hewan, maka mereka tidak lepas dari keberadaan konsumen pertama yang memakan produsen.

Dengan demikian, tanaman memegang peranan penting dalam proses rantai makanan.

Cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman (hasil tanam) adalah dengan pertanian. demi mencapai target tersedianya bahan pangan yang memencukupi bagi seluruh umat di dunia, hadirlah teknologi.

Teknologi ternyata hanya membantu proses tanam saja dan tidak membantu mempercepat pemanenan tanaman. Dengan demikian, manusia memerlukan sesuatu untuk mempercepat pertumbuuhan hingga proses panen.

Rekayasa dan berbagai penelitian terkait pertumbuhan tanaman menjadi suatu hal yang perlu dikritisi. Muncullah cara-cara tidak alami yang sengaja manusia buat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman.

Tentunya semua cara-cara tersebut cenderung mennggunakan bahan dasar berbau kimia. Tuntutan “target pangan” memaksa manusia memeras bumi.

Hal yang terjadi selanjutnya adalah efek dari percepatan dan pemaksaan ini. tanah menjadi bekerja keras sehingga lama-kelamaan menjadi rusak.

Sama dengan seorang ibu yang harus terus melahirkan ataupun sapi yang harus terus menerus menghasilkan susu, tanah kehilangan unsur haranya.

Belum habis waktu mereka untuk memulihkan diri, ia sudah harus memberikan nutrisi bagi tanaman baru. Inilah yang membuat kerusakan tanah. Apa yang terjadi jika tanah rusak?

Menurut ilmu geologi, dampak tanah yang rusak antara lain:

– Terjadi erosi tanah

Ketika terjadi erosi tanah, maka produktifitas tanaman menurun. Lambat laun, swasembada pangan tidak lagi tercapai. gagal panen hingga alternatif pangan lain perlu menjadi solusi.

– Berdampak pada kesehatan manusia dan hewan

Sebagai konsumen tingkat pertama dan kedua, manusia dan hewan membutuhkan tanmana sebagai bahan pangan mereka. Ketika terlalu banyak unsur kimia di tanah, maka tanaman pun menyerapnya dan berdampak untuk masuk ke tubuh manusia.

Kasus leukimia dan gagal ginjal terjadi karena hal ini.

– Dampak pada lingkungan

Adanya pencemaran dari limbah bahan kimia akan merusak lingkungan sekitar. Contoh saja air sungai akan terkena limbah kimia dari tanah. Hal ini akan mempengaruhi habitat ikan dan air minum manusia.

Berbagai dampak tersebut tentunya akan sangat merugikan generasi mendatang. Bahkan tanpa kita sadari mungkin saja di dalam tubuh kita telah tertimbun begitu banyak unsur kimia.

Jika kita mengakumulasi kandungan tersebut, maka akan cukup mengkhawatirkan kesehatan kita. Tidak menutup kemungkinan apabila berbagai penyakit yang muncul saat ini salah satunya adalah karena timbunan unsur kimia dalam tubuh.

Penutup

Sejarah Pertanian Organik dari satu negara ke negara lain tidaklah sama. Pertanian tersebut juga mempengaruhi budaya masyarakat yang ada.

Penggunaan unsur kimia yang terus menerus pada tanah adalah ciri modernisasi di bidang pertanian. Namun perlu kita cermati efek jangka panjangnya bagi kehidupan manusia.

Tidak hanya merusak lingkungan, namun hal ini juga merusak kesehatan dan yang terpenting adalah struktur tanah. Ketika tanah yang kita pijak dan menjadi sumber utama media tanam rusak, apa yang akan terjadi dengan peradaban manusia selanjutnya? Inilah yang perlu kita kritisi dan temukan solusinya.

Salah satunya adalah dengan melakukan pertanian tradisional yang kembali pada alam.

Daftar Pustaka

  1. Sejarah Pertanian Organik
  2. Pertanian Organik – Pengertian, Sejarah Perkembangan & Keuntungan
  3. Pertanian
  4. Revolusi Neolitik: Pengertian, Teori Pendukung, dan Hasil Kebudayaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar