Teori klasik birokrasi yang biasa hadir di Indonesia dan bagaimana budayanya, hingga memahami sistem kebijakan sebelum menjadi birokrat yang sesungguhnya.Noi’Retno, Komunikasi – Organisasi.co.id
Sobat organisatoris, pernah dengar dong istilah birokrasi? Birokrasi dan birokrat tak terpisahkan.
Keduanya sering muncul di hidup kita lhoo.
Semisal dalam proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ada praktik birokrasi selama proses tersebut berlangsung.
Suka bingung ‘kan, kenapa sih urus KTP bisa sampai berhari-hari? Memangnya sulit sekali membuat KTP?
Orang yang menyetujui pembuatan KTP hingga akhirnya kamu terdata, mereka itu termasuk birokrat. Birokrat selalu jadi peran sentral dalam suatu alur birokrasi.
Supaya lebih paham birokrasi dan birokrat, sobat organisatoris bisa membaca teori-teori berikut ini.
Teori Birokrasi Klasik
Birokrasi berasal dari dua kata, “biro” dan “kratia”. Dua kata tersebut membentuk arti “pengaturan dari meja ke meja”.
Kemudian pada abad ke-18, pengertian dari berau (biro dalam bahasa Perancis) cenderung menjadi “meja tulis”. Barulah muncul Birokrate (bahasa Jerman) yang diserap menjadi istilah “birokrat” saat ini.
Birokrat muncul lebih dulu sebelum birokrasi dan memang iya. Perancis menyebutkan birokrasi pada tahun 1798.
Lalu, pada 1813 Jerman baru menyebutkannya dalam kamus.
Semua istilah birokrasi yang ada tersebut merujuk pada pengaruh dan kekuasaan pejabat dalam suatu sistem kerja pemerintahan. Birokrat adalah orang atau pejabat yang memiliki pengaruh dan kekuasaan itu.
Organisatoris lain baca ini: Komunikasi Integratif: Pengertian, Teori, dan Benefit
Selanjutnya, menyinggung kepada pemahaman birokrasi yang beredar dari zaman ke zaman.
Weber adalah sosok terkenal yang mengemukakan teori klasik mengenai birokrasi. Namun, ternyata birokrasi dahulu identik dengan stigma pengurusan atau proses sistem yang berbelit-belit.
Menurut Weber, keberadaan pejabat adalah dasar dari adanya birokrasi. Dalam masyarakat, Weber menganggap pejabat memiliki peranan sosial yang penting.
Ciri-ciri peranan itu dan teori Weber lainnya secara singkat adalah sebagai berikut.
- Seseorang yang disebut pejabat mempunyai tugas-tugas khusus yang harus dilakukan.
- Fasilitas dan sumber yang dibutuhkan untuk tugas-tugas khusus diberikan oleh pihak (pejabat) lain.
- Seseorang yang disebut pejabat memiliki otoritas.
- Seseorang yang disebut pejabat diangkat oleh pejabat yang berwenang.
- Ada hak, kewajiban, dan upah yang telah disepakati di antara yang mengangkat dan yang diangkat menjadi pejabat.
Karakteristik Birokrat
Selain inti dari teori Weber, ada unsur yang berpengaruh kepada karakter dari birokrat. Ialah legitimasi, dasar bagi semua sistem otoritas.
Teori Klasik Birokrasi dari Prof. Dr. Ngadisah, M.A. menyebutkannya sebagai berikut.
- Bahwa dengan ditegakkannya peraturan (code) yang sah maka dapat menuntut kepatuhan dari para anggota organisasi tersebut.
- Bahwa hukum merupakan suatu sistem aturan abstrak, yang diterapkan pada kasus-kasus tertentu. Administrasi mengurus kepentingan-kepentingan organisasi yang ada dalam batas-batas hukum.
- Manusia yang menjalankan otoritas juga mematuhi tatanan impersonal tersebut.
- Tidak hanya quo member (anggota-anggota yang taat) yang benar-benar mematuhi hukum.
- Bahwa kepatuhan itu seharusnya tidak kepada person yang memegang otoritas. Tetapi, kepada tatanan impersonal yang menjamin untuk menduduki jabatan itu.
Berdasarkan konsep legitimasi di atas, aturan yang berkesinambungan akan membuat unsur-unsur dalam sistem terkait dan saling mempengaruhi. Lahirlah cara kerja yang efisien dan rasional.
Artinya, unsur satu saling melengkapi unsur lainnya, dan berakhir menjadi satu tujuan yang sama.
Untuk membagi proses unsur-unsur menjadi lebih efisien dan rasional, setiap jabatan berbeda-beda fungsinya. Lengkap dengan otoritas yang berbeda-beda juga.
Mereka yang memegang fungsi dan otoritas itu tidak bisa melempar tanggung jawab. Setiap pejabat menyelesaikan semuanya dengan sesuai sehingga sitem kerja berjalan lancar.
Organisatoris lain baca ini: Teori & Bentuk Komunikasi Persuasif
Selama proses birokrasi berlangsung, ada tahapan yang semakin jauh semakin dekat dengan tujuan akhir. Hierarki muncul dari sini.
Garis hierarkis antara satu pejabat dengan pejabat lain menunjukkan hubungan proses. Apabila terhenti di satu bagian, bagian lainnya takkan bisa melanjutkan alias terhambat.
Oleh karena hal tersebut, birokrat mesti patuh pada aturan-aturan yang berlaku.
Aturan mesti terarah secara konsep dan teknis agar membentuk cara kerja organisasi. Meskipun penerapannya berlaku secara individual, tetapi toh sumber daya organisasi berasal dari individu-individu.
Setiap individu tersebut memiliki kompetensi yang menentukan jabatan. Sebab, kompetensi akan menentukan otoritas seperti apa yang bisa dipercayakan.
Otoritas itu berupa administrasi, dokumen-dokumen tertulis yang legal. Pejabat adalah staf administrasi birokratis.
Fungsi dan Tujuan Birokrasi
Setidaknya, ada empat fungsi utama birokrasi secara umum.
Pertama, sebagai pelaksanaan administrasi. Teori birokrasi mewujudkan apa isi undang-undang dan kebijakan negara secara nyata.
Birokrat sebagai yang memiliki kuasa dan pengaruh adalah mereka yang membuat konstitusi negara. Lalu, mereka jugalah yang kemudian memastikan produk hukum berjalan.
Sebut saja, di antara birokrat pusat yaitu badan legislatif. Mereka memiliki fungsi legislasi sebagai pembuat undang-undang.
Di atasnya ada Presiden yang akan menandatangani karena jabatannya memiliki kuasa untuk menyetujui dan mengesahkan undang-undang. Ada tandatangan dan cap kenegaraan sebagai bukti legalitas.
Begitulah contoh cara kerja birokrasi. Hasil akhirnya adalah implementasi undang-undang.
Kemudian, lahirlah bentuk-bentuk administrasi lainnya sebagai turunan undang-undang. Semisal, negara yang mengarahkan proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
Kedua, teori birokrasi berfungsi sebagai policy advice atau nasihat kebijakan. Hal ini berkaitan dengan birokrasi yang terhambat dan menyebabkan masalah.
Ketika hal itu terjadi, maka birokrat terkait merupakan bagian dari informasi masalah yang ada. Informasi itu selanjutnya menjadi bahan perbaikan bagi pemerintah misalnya.
Ketiga, teori birokrasi berfungsi sebagai artikulasi kepentingan. Maksudnya adalah posisi yang jelas dalam bagan birokrasi, memberi kejelasan kepentingan.
Ketika kepentingan A, maka birokrat yang mengurusnya adalah birokrat yang memiliki kuasa A. Ini menjadi catatan kepentingan yang sistematis dan apabila sewaktu-waktu kita membutuhkan, jejaknya ada.
Keempat, yakni fungsi birokrasi sebagai stabilitator politik. Artinya, birokrasi dapat menjaga politik stabil khususnya pada organisasi yang belum tetap pelembagaan politiknya.
Fokus dari fungsi tersebut adalah menjaga keseimbangan dan keberlanjutan sistem politik. Politik dalam makna positif, yakni bagian dari strategi untuk mencapai sesuatu.
Sementara itu, tujuan dari birokrasi adalah sebagai berikut.
- Memberikan pelayanan kepada masyarakat.
- Melakukan pembangunan sistematis untuk menjalankan roda negara,
- Menjamin keberlangsungan sistem pemerintahan suatu negara.
- Meningkatkan efektifitas dan efisiensi administrasi.
- Menjalankan program untuk mencapai visi pemerintahan.
Budaya Kerja Reformasi Birokrasi
Reformasi dari teori birokrasi merupakan rancangan jangka panjang sistem birokrasi Indonesia. Reformasi birokrasi dimulai pada tahun 2014 dan rencananya akan terwujud pada tahun 2025.
Pemerintah mengamati perkembangan reformasi birokrasi dari setiap periode. Artinya, per lima tahun.
Pada tahun 2014, birokrasi Indonesia berbasis aturan. Hal ini masih mengacu pada produk-produk hukum yang ada saja.
Terbatas pada aturan, memberikan celah bagi kemungkinan permasalahan di luar peraturan yang tersedia.
Oleh karena hal tersebut, pada 2019 birokrasi Indonesia berganti. Basisnya menjadi kinerja.
Orientasi birokrasi menjadi prinsip efektif, efisien, dan ekonomis. Kinerja pemerintah fokus terhadap upaya menghasilkan sesuatu.
Pada basis ini, sistem berbasis elektronik memudahkan manajemen dan pengelolaan data kinerja. Setiap individunya memiliki kontribusi yang jelas.
Organisatoris lain baca ini: Aliran Organisasi Modern, Dengan 5 Teori Dan Pengaruh Teknologi
Dilansir dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, terdapat tiga hal penguatan. Penguatan ini dilakukan untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas.
Namun, kondisi ini ditetapkan sejak tahun 2015-2019. Sementara untuk tahun 2020 dan ke depannya, birokrasi dinamis-lah yang ingin dicapai.
Walaupun begitu, sobat organisatoris bisa mengetahui ketiga penguatan berikut ini.
- Meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang baik, bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
- Mengembangkan standar pelayanan dan menguatkan unit pelayanan publik untuk menguatkan kualitas pelayanan publik.
- Mewujudkan profesionalisme Sumber Daya Manusia Aparatur yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan.
Nah, barulah pada tahun 2020 pemerintah menetapkan road map baru. Melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024.
Pemerintah menyusun reformasi birokrasi yang lebih bersifat implementatif.
Harapannya, reformasi birokrasi dapat menciptakan pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan kapabel. Sebab, pemerintah harus melayani masyarakat secara cepat, tepat, profesional, serta bersih dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Reformasi birokrasi saat ini menekankan perubahan mindset dan culture demi kinerja.
Tingkatan Birokrat Indonesia
Sebelum tahun 2014, birokrat di Indonesia terbagi menjadi empat tingkatan. Pejabat tingkat Eselon I, Eselon II, Eselon III, dan Eselon IV.
Pejabat Eselon I dan II merupakan pejabat tertinggi yang kompetensinya telah mendapat pengakuan. Secara fungsional pun dapat, kuasa dan pengaruhnya terhadap pemerintahan lebih berdampak.
Kemudian, lahirlah Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ANS). Di dalamnya, tidak ada lagi istilah eselon apalagi tingkatan pejabat yang mencapai empat tingkat itu.
Tingkatan jabatan menjadi terdiri dari: (1) Jabatan Administrasi, JA; (2) Jabatan Fungsional, JF; dan (3) Jabatan Pimpinan Tinggi, JPT.
Jika pada masa eselon yang tertinggi adalah Pejabat tingkat Eselon IV, maka kali ini JPT pemegangnya. JPT terbagi menjadi dua kategori.
Pertama, JPT Pertama yang setingkat dengan Eselon II. Kedua, JPT Madya-Utama yang setingkat dengan Eselon I. Selanjutnya, JA. Birokrat di tingkat ini bertanggung jawab memberikan pelayanan berbentuk adiministratif.
Pelayanan administratif mendukung birokrasi dan ada pada unit-unit sistem pendukung (supporting system). Terakhir, JF. Birokrat di tingkat ini bertanggung jawab memberikan pelayanan fungsional.
JF melakukan pelayanan berdasarkan keahliannya. Bisa juga berdasarkan keterampilan tertentu.
Ketiga tingkatan birokrat tersebut merupakan bagian dari birokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini. JF merupakan tulang punggung dalam organisasi birokrasi Indonesia.
Peran JF menyokong dan memberikan masukan kepada segala kebijakan pemerintah. JPT yang akan memutuskan kebijakan terkait.
Sedikit fakta nih untuk sobat organisatoris!
Tahukah kamu? Saat ini, birokrat yang mengisi posisi JF masih sedikit.
Fakta melihat data dari artikel staf Pusat Kajian Manajemen ASN Lembaga Administrasi Negara. Hanya ada total 38% JF tenaga kependidikan dan 6% tenaga kesehatan.
Jumlah ini merupakan jumlah yang sedikit apabila membandingkannya dengan presentasi jabatan struktural (JPT dan JA).
Dengan demikian, Indonesia masih menggunakan model birokrasi Weberian (warisan masa lampau pemerintah kolonial Hindia-Belanda). Model birokrasi yang cenderung kaku.
Oleh karena hal tersebut, penting untuk belajar reformasi birokrasi ya sobat organisatoris! Siapa tahu suatu hari jadi birokrat.
Daftar Pustaka