Bentuk-bentuk pemerintahan di dunia bermacam-macam. Salah satunya adalah monarki. Kata yang kerap melekat pada bentuk pemerintahan ini adalah negara monarki dan kediktatoran. Benar atau tidak sebaiknya kita ulas dalam artikel ini.
Tika, konsep organisasi – organisasi.co.id
Ciri Ciri Negara Monarki
Bumi yang luas ini terdiri atas banyak negara dengan sistem pemerintahannya masing-masing. Ada yang sukses dengan pemerintahan berbentuk republik dan ada pula yang berbentuk kerajajan atau monarki.
Negara Monarki Dan Kediktatoran kerap saling dikaitkan. Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), monarki merupakan sebutan bagi bentuk pemerintahan dengan raja sebagai kepala negaranya. Tidak ada kata-kata “diktator” di dalam pengertian tersebut.
Menurut sejarah, terdapat dua jenis pemerintahan monarki yakni monarki konstitusional dan juga monarki absolut.
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan yang mana kekuasaan tertinggi berada pada satu orang raja. Segala jenis peraturan berada di bawah kuasa raja. Berbeda dengan monarki konstitusional yang masih memberikan kuasa kepada selain raja untuk menjadi kepala negara.
Contohnya adalah kepada ratu sebagaimana terdapat pada Undang-Undang Dasar suatu negara. Saat ini tidak ada negara yang memakai sistem pemerintahan monarki absolut walaupun ada beberapa yang berpendapat bahwa Oman dan Yaman masih menggunakannya. Jadi kita akan fokus pada ciri-ciri monarki konstitusional saja.
Negara-negara yang menggunakan pemerintahan monarki antara lain Thailand, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Monako, dan lain-lain.
Ciri-cirinya adalah:
1. Kepala negara tidak memiliki hukuman yang jelas. Sulit mengetahui apa yang pantas menjadi sanksi bagi kepala negara dan hal ini membuat lembaga peradilan menjadi kesulitan.
2. Ciri mendasar terletak dari adanya raja dan ratu yang menjadi kepala negara. Sekalipun demikian mereka memiliki sebutan masing-masing untuk raja dan ratu mereka seperti Sultan di negara Brunei Darussalam atay Emir di Arab. Masa jabatannya adalah seumur hidup.
3. Perdana Menteri merupakan kepala pemerintahan yang pemilihannya melalui pemilihan umum. Terdapat pula sistem kabinet yang terdiri atas asas pemilu dengan periode masa jabatan hanya dua periode.
4. Menjalankan mosi tidak percaya untuk menghukum kepala pemerintahan. Ini merupakan hukuman yang paling berat jika pemerintah melakukan kesalahan yang berdampak kepada runtuhnya suatu kabinet.
5. Kepala negara dapat mengubah keputusan lewat lembaga legislatif. Keputusan yang ada dari kepala negara tidak menjadi sesuatu yang mutlak. Hal ini untuk menyeimbangkan segala hal terkait pemerintahan di negara tersebut.
Sistem Pemerintahan Monarki Pada Zaman Rosululullah
Negara monarki dan kediktatoran menjadi momok yang menegangkan. Sebenarnya sistem ini juga muncul pada jaman Rasulullah.
Menurut kisah, pada masa khalifah pertama Dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan berhasil menduduki Damaskus dan menjadikannya ibukota negara setelah sebelumnya berada di Madinah. Tidak hanya itu, dengan kecerdasannya ia juga mengganti sistem pemerintahan yang ada kala itu.
Dalam sebuah karya hasil dari Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menjelaskan mengenai sistem pemerintahan Islam di jaman kekerabatan Rasulullah yang memiliki sistem demokrasi lambat laun berubah menjadi sistem monarki.
Bahkan sistem tersebut kerap berlangsung turun menurun sebagaimana tertulis dalam As Syiyasah As Syar’iyah di Islah Ar Ra’iyah karya beliau yang juga menyatakan bahwa sejak saat Muawiyah menjabat, tidak ada lagi musyawarah untuk memilih pemimpin.
Ia menjadikan anaknya sebagai putra mahkota dan benar-benar menjadikan model kerajan sebagai sistem pemerintahan yang nyata.
Bukti otentik ini tidak hanya ada pada karya beliau melainkan juga pada buku karangan Mohammad Suhaidi. Buku “Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan” serta Kejatuhan Dinasti menggambarkan nasib mereka yang bukan menjadi garis keturunan raja.
Hal ini terkait pernyataan Muawiyah kepada rakyat agar setia kepada Yazid, anaknya. Tidak ada kesempatan bagi orang lain di luar keturunan mereka untuk menjadi pemimpin kaum muslim. Lambat laun para khilafah dari dinasti ini meninggalkan pola kehidupan Rasulullah beserta kerabatnya.
Padahal di masa khalifah khulafaur rasyidin Ali, pemimpin tinggal di rumah yang relatif sederhana, memenuhi kebutuhan hidup juga sebagaimana manusia pada umumnya, serta tetap menjadi imam di masjid. Akan tetapi hal itu berubah total saat Dinasti Umayyah memegang kepemimpinan.
Kerajaan pra-Islam yang ada di Timur tengah membuat batasan antara mereka dengan rakyat. Bahkan tinggal di istana dengan banyak pengawal. Kekuasaan mutlak milik mereka membuat pemimpin dan keluarganya hidup dengan bergelimang harta.
organisatoris lain baca ini: Pupuk Guano Organik: Definisi dan 2 Cara Membuat
Yang Dimaksud Garis Kekuasaan Negara Monarki
Monarki dan kediktatoran kerap menjadi hal yang mirip. Hal itu karena kepemimpinan hanya bergantung pada satu pemimpin yang mereka sebut dengan raja. Dengan demikian jika kita menarik garis lurus maka terbentuk suatu gambaran struktur keluarga yang jelas.
Raja dan Ratu akan memiliki anak yang menjadi Putera Mahkota. Putera mahkota ini memiliki nama lain yaitu pangeran. Jika memiliki dua anak, maka hanya salah satu saja yang berhak menggantikan raja terdahulu untuk menjadi raja selanjutnya.
Persaingan akan semakin kuat bilamana salah satunya tidak mau mengalah. Garis kekuasaan tersebut menjadi rebutan antar keluarga. Rakyat hanya menjadi korban atas ketidaktauan mereka dan menggantungkan nasib pada keluarga kerajaan.
Berbeda halnya dengan monarki versi konstitusional yang juga melibatkan perdana menteri dan ratu, ada kalanya publik melihat sistem ini lebih seimbang. Garis kekuasaan menjadi milik bersama. akan tetapi sekali lagi itu hanyalah bersifat simbolis saja. Kenyataannya pemberi keputusan dan yang mengatur segalanya adalah raja.
Ketika raja wafat, anaknya akan menggantikannya dan menjabat seumur hidup. Bilamana tidak memiliki anak laki-laki maka tidak menutup kemungkinan raja akan mencari selir untuk melahirkan anak laki-laki.
Monarki dalam Pandangan Islam
Islam selalu mengajarkan kebaikan dan mendahulukan kepentingan umat. Jadi jika kita mengaitkan sistem pemerintahan monarki dengan sudut pandang Islam yang mana sistem ini lebih banyak ke arah kezhaliman, sudah tentu Islam tidak menganjurkan.
Ketika kita melihat kembali bagaimana Dinasti Umayyah banyak mudharatnya, Nabi juga tidak dapat menerima maupun menolak. Bahwasannya apa yang Nabi tidak anjurkan adalah kepemimpinan yang zhalim. Ketika itu sudah terjadi pada kala itu maka rakyat tidak memiliki pilihan lain selain menaati pemimpin mereka.
Asalkan tidak mengajarkan pada maksiat dan ketidakadilan. Jika kita jabarkan mengenai sistem pemerintahan pada jaman nabi, berikut uraiannya sesuai dengan masanya.
Pertama adalah masa pemerintahan nabi dengan sistem pemerintahan Teokrasi. Artinya adalah pemerintahan dari Tuhan dengan nabi seagai pelaksananya.
Kedua, masa pemerintahan zaman sahabat dengan siste Teodemokrasi. Artinya adalah nili-nilia ketuhanan ada pada diri para sahabat.
Ketiga, masa Dinasti Umayyah dengan sistem monarki.
Keempat, Dinasti Abasiyah yang menganut sistem yang sama dengan dinasti sebelumnya.
Kelima masa Turki Utsmani yang juga masih menganut sistem monarki. Kamal At Taturk pada dinasti Turki mengubahnya menjadi republik.
Sistem pemerintahan yang islami
Berbicara mengenai sistem pemerintahan dalam konteks ranah islami, kita dapat menyaksikan bahwa pada masa Nabi adalah pmerintaan yang kebenarannya sangat pasti karena Rasulullah langsung mendapatkan petunjuk dari Allah.
Ketika masa sahaat Nabi, kemungkinan dapat terjadi kesalahan yang penyebabnya adalah ijtihad. Apalagi pada masa-masa setelahnya.
Tiga kunci pemerintahan yang islami antara lain:
1. Mengacu pada Qur’an surat An Nisa ayat 58 dan 59, terdapat dua ciri pemerintahan yang Islami yaitu para bawahan dan semua bagian pemerintahan bersikap taat kepda Allah, RasulNya, dan ulil amri.
Pemimpinnya taat kepada Allah dengan menjalani perintah Allah dan menjauhi larangan Nya. Disisi lain juga membuat peratuan yang tidak mnentang aturan Allah.
Taat kepada rasul adalah menjadikan Rasul sebagai suri tauladan untuk melakukan aktivitas. Untuk ketaatan yang keiga yakni kepada Ulil Amri, kita harus melihat karakter dan pribadi ulil amri tersebut. Kita dapat melihat dari ketaatannya kepada Allah dan Nabi.
2. Amanah dalam menjalankan amanat
Dalam kepemimpinan yang islami, setiap orang yang mendapatkan amanat harus menjalankan amanat tersebut dengan baik.
3. Musyawarah untuk mencari solusi
Pemerintahan islam menggunakan sisem musyawarah untuk mencari solusi. Manusia memiliki banyak kekurangan sehingga sulit menentukan solusi hanya berdasarkan pada pikiran satu orang. Hal ini terkandung dalam surat Assyuro ayat 38.
organisatoris lain baca ini: Prinsip Ekologi Organik: Definisi dan 7 Cara Bertahan
Monarki dan Kediktatorannya
Negara monarki dan kediktatoran sebenarnya tidaklah sama. Mirip namun berbeda, sebenarnya monarki masih sedikit lebih baik daripada diktator yang benar-benar membatasi hak-hak warga.
Jika keduanya digabung tentu saja akan sangat buruk bagi rakyatnya. Mereka harus mebatasi gagasan mereka karena tidak akan pernah ada yang mendengarkan.
Dalam sistem pemerintahan monarki, kita melihat adanya kekuasaan dalam keluarga atau menuju hanya pada satu orang. Selanjutnya bersifat warisan yang mana akan diberikan kepada keturunan pemimpin tersebut.
Bahkan dalam monarki konstutusional yang nampak lebih lunak, monarki tetap memegang kekuatan tertinggi dan kerap menjadi hukum suatu negara.
Untuk pengertian kediktatoran, orang yang bertindak sebagai diktator akan merebut apapun yang ia inginkan. Untuk masalah gelar, ia menggunakan gelar sesukanya. Hal ini berbeda dengn monarki yang mutlak menyebut pemimpin mereka dengan raja, ratu, kaisar, dan lainnya.
Monarki dan kediktatoran sama-sama tidak membiarkan rakyatnya memiliki suara atas tanah-tanah mereka dan kerap menindas hasil kerja rakyat.
Ciri Negara Monarki yang Sangat Diktator
Jaman sekarang sangat sedikit orang yang mau hidupnya tertindas. Hak Asasi Manusia menjadi tanggung jawab bersama. Kita harus lebih banyak bersyukur karena hidup di zaman serba berpendidkan dan banyak orang memiliki empati satu sama lain.
Pada jaman dulu, jika kita ingin menarik sebuah sejarah, kita akan menemukan negara-negara dengan diktator yang kejam. Bahkan mungkin kita akan berpikir, “Ternyata di dunia ini ada manusia yang sesadis itu.”
“Saya adalah negara” merupakan kata pertama yang mengawali kediktatoran seseorang di Prancis. Ia adalah Raja Louis XIV yang mendapatkan titah sebagai raja atas garis keturunan.
Tahun 1643 hingga 1715 seakan menjadi mimpi buruk bagi rakyat Prancis. Kekuasaan raja sangat tidak terbatas. Apapun yang raja katakan, rakyat harus mengikutinya. Pergantian pemimpin hanya jika pemimpin sebelumnya meninggal sehngga sifat kepemimpinannya berlangsung seumur hidup.
Jadi, ciri-ciri negara monarki yang teramat sangat diktator adalah:
- Pemimpin memiliki kekuasaan tak terbatas
- Hak asasi manusia kurang mendapat perhatian dan bahkan sangat terbatas
- Rakyat tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapat
- Apapun perkataan dan suruhan pemimpin harus dipatuhi rakyatnya.
Daftar Pustaka
Dinasti Umayyah, Pemerintahan Monarki Pertama dalam Islam