Formalisme Agama: 3 Definisi, Pandangan Menurut Islam

Formalisme agama
Beragam agama (Foto: redaksiindonesia.com)

Formalisme agama, adalah salah satu hal yang kemudian menjadi satu aspek yang dapat memberikan hal negatif, serta positif, dalam konteks berpendapat. Berikut beberapa pembahasannya. Ayu Maesaroh, Konsep Organisasi – organisasi.co.id

Dalam hidup beragam, pasti ada berbagai hal yang perlu adanya sebuah tindakan, untuk menjadikannya sebagai ketaatan kita dalam beragama.

Bacaan Lainnya

Seperti misalnya Ummat Islam, yang mana melakukan beberapa kegiatan keagamaan seperti sholat 5 waktu, berpuasa di bulan puasa, dan sebagainya.

Tapi, kadang dalam berkehidupan sosial dan beragama, ada beberapa fenomena, yang sering kita temui. Mulai dari hal yang kecil, sampai dengan hal yang kita anggap serius, bahkan bisa jadi menyesatkan orang lain jika mempercayai pendapat mereka, yang belum tentu valid.

Terutama dalam masalah agama, yang kemudian menjadi satu pendapat untuk membernarkan suatu hal. Padahal jika dikritisi kembali, tidak semua hal tersebut benar.

Ada beberapa aspek yang kemudian menyangkal, sehingga kita sebagai manusia, paham bagaimana cara melihat suatu pandangan tersebut, tidak pada satu sudut saja.

Dan itu, sering dikenal dengan “Formalisme Agama”. Formalisme agama? Bukannya itu lebih kepada seseorang yang hanya melakukan beberapa kegiatan keagamaan sebatas formal saja ya?

Bingung? Berikut beberapa pembahasannya.

Formalisme Agama di Indonesia

Jika kita tarik dari awal, agama adalah salah satu hal yang muncul pertama kali di kehidupan bumi, terutama manusia. Meski bukan seperti agama yang sekarang.

Namun, eksistensi dari berbagai persepsi mengenai agama yang akhirnya ada kaitannya dengan hal lain, kemudian menjadi suatu pembenaran yang harus menjadi kepercayaan tanpa adanya kritikan.

Sudah ada sejak lama. Bahkan di era kepemimpinan Soeharto, yang mana pemikiran formalisme tersebut, tertanam di beberapa pihak.

Layaknya sebuah pendapat yang memang paten, agama akhirnya menjadi satu gagasan yang kemudian menjadi sebuah pembenaran mutlak, dan tidak bisa diganggu gugat, kala itu.

Jadi, mungkin hal tersebut yang kemudian beberapa peristiwa pada masa lalu, ada yang tidak bisa terjabarkan, hingga tidak bisa dipecahkan sampai era modern seperti sekarang.

Lalu, apakah pemikiran itu masih ada sampai sekarang? Jawabannya, masih. Ada begitu banyak orang yang kemudian menanggapi suatu hal, yang kemudian agama menjadi pendapat mereka.

Seperti misalnya beberapa tahun lalu di tahun 2009, ada salah satu pejabat yang menginginkan untuk memberikan gelar nama di kota Bogor sebagai “Kota Halal”.

Yang mana konteksnya adalah melindungi para ummat Islam yang tinggal di sana, terlindungi dari beberapa bahan, produk kosmetik dan sebagainya, yang tidak syarat akan “kehalalannya”.

Padahal, jika kita tinjau kembali, ada problematik di sana, tentang pemakaian kata “Halal” tersebut. Yang mana secara kondisi, negara Indonesia adalah negara yang mempunyai 6 jenis agama.

Meski mayoritas adalah Islam, tidak sepantasnya menggunakan kata tersebut. Yang bisa jadi notabennya di kota tersebut ada beberapa minoritas.

Dan memang mereka tinggal secara paten di kota tersebut, dan sebagainya. Bagaimana? Sampai disini sudah paham? Jika belum, lanjut ke pembahasan selanjutnya.


Sejarah Formalisme

Definisi formalisme agama
Sejarah formalisme agama (Foto: santricendikia.com)

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, formalisme agama ini, tidak begitu pasti ada dan munculnya kapan. Namun, agama pada dasarnya adalah salah satu hal yang menjadi kemajuan daripada perkembangan manusia, selain mengenal cara bertahan hidup di alam.

Ada beberapa agama yang kemudian berkembang di masa lalu, yakni seperti animisme, dinamisme, dan sebagainya. Yang kemudian lambat laun serta perubahan zaman dan waktu.

Agama lain pun berdatangan, seperti misalnya agama Hindu, Budha, Kristen, sampai dengan Islam. Yang mana mereka bertahap ketika masuk ke wilayah lain di belahan dunia.

Pada zaman tersebut, PR besarnya adalah masalah bagaimana caranya untuk bisa memperluas agama yang mereka anut, kepada masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Organisatoris lain baca ini: Organisasi Zaman Agama: Bentuk dan Ciri

Makanya, cara yang paling ampuh adalah menikahi orang atau individu asli dan tinggal di wilayah tersebut, kemudian dari hal itu, ada sebuah tanggungjawab sendiri bagi mereka yang dinikahi.

Untuk bisa masuk ke agama yang suami atau istri mereka bawa, dari negeri asal mereka. Dari hal tersebutlah, kemudian ada begitu banyak pendapat, yang semaki hari, semakin mengarah ke formalisme.

Padahal kita sangat paham, bahwasannya formalisme tersebut, tidak semuanya baik. Harus ada telaah lebih dalam ketika berbicara mengemukakan pendapat, atau merubah suatu hal, ke yang lebih berbau agama.

Entah negara, dan sebagainya. Bagaimana? Masih bingung juga? Coba kita bedah kembali mengenai formalisme agama ini:


Doktrin Formalisme di Indonesia

Indonesia adalah negara yang begitu kaya, beragam budaya , adat, dan sebagainya. Hal tersebut menjadi satu alasan kenapa banyak orang dari berbagai negara, sangat tertarik dengan Indonesia.

Mulai dari keberagaman ras, suku, budaya, sampai dengan agama yang dianut. Hal tersebut juga menjadi apresiasi, ketika beberapa negara mulai paham mengapa Indonesia dapat demikian.

Ialah semboyannya yang begitu terngiang di telinga mereka, yakni “Bhineka Tunggal Ika”. Atau artinya adalah berbeda-beda, namun tetap satu, yakni Indonesia.

Meski demikian, tidak kemudian hal tersebut menjadi alasan sebuah negara seperti Indonesia, tidak memiliki masalah yang sering dihadapi.

Bahkan seperti sekarang saja, ada begitu banyak orang yang menjuluki Indonesia sebagai “Negara Lucu”. Mulai dari kebijakan, penyampaian informasi dari para pejabat pemerintah yang tidak selalu pas dengan kenyataan yang ada.

Sampai kepada penegakan hukum, dan keadilan sekalipun di negara Indonesia tercinta. Pun dengan formalisme dari agama yang ada di Indonesia, menjadi semakin marak di era seperti sekarang.

Contoh kasus yang paling sering kita rasakan, adalah mereka-mereka yang berusaha menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam, denga doktrin yang mereka bawa.

Yang mana doktrin tersebut tidak bisa terterapkan dalam negara seperti Indonesia. Yang mana mempunyai begitu banyak agama yang ada dan mendapat pengakuan oleh negara.

Atau beberapa rumor daripada era pandemi yang ada, kemudian beberapa oknum mengaitkannya dengan ummat Islam lain terutama perempuan, yang tidak menutup auratnya, terutama pada bagian wajah.

Atau yang lebih parah adalah dengan pendapat mereka yang kemudian mendefinisikan orang yang melakukan apa yang menjadi perintah pemerintah, sebagai orang yang jauh dari agama.

Kemudian dari beberapa pendapat tersebut, akhirnya menyebar luas, berujung pembenaran. Sungguh, betapa formalismenya mereka, yang kemudian tidak menilik kemudian ada berbagai hal lain kenapa suatu fenomena tersebut terjadi.

Faktor Penyebab

Kenapa bisa demiikian orang tersebut berpikir dangkal? Dan tanpa tersadar, berfikir dangkal adalah salah satu penyebab dari kemunculan daripada formalisme agama. Adapun beberapa faktor lain, seperti:

  1. Orang-orang yang kemudian paham dualisme.
  2. Penafsiran yang kadang salah, sehingga bisa menggiring opini ke hal yang lebih negatif. Seperti pembenaran tentang hal-hal yang dianggap tidak baik, dan sebagainya.
  3. Nilai-nilai agama tidak terserap dengan baik dalam kehidupan daripada penganutnya. Mereka lantas tidak belajar dengan detail daripada isi pengajaran agama yang mereka dapatkan. Sehingga sangat mudah orang, hanya menceletuk mengenai pendapat berbau agama, namun saat mendapat kritik, mereka tidak terima.

Sebenarnya masih banyak faktor yang mempengaruhi formalisme agama tersebut, menjadi marak di suatu wilayah tertentu, apalagi seperti Indonesia.

Organisatoris lain baca ini: 3 Pembagian Era Perkembangan Zaman: Prasejarah, Agama & Modern

Namun dari faktor tersebut, bisa menjadi salah satu gambaran kepada kita, agar kita juga kritis dalam suatu hal, menggunakan sudut pandang lain juga, sehingga tidak terpatok pada satu hal saja.

Agama memang baik, tapi, apakah akan terus baik, ketika agama menjadi satu alasan bagi kita untuk mengarahkan opini masyarakat ke hal yang buruk?

Dan menjadi orang yang “ogah” mendapat kritik, karena mereka menganggap pendapat agama adalah pendapat yang sepenuhnya benar, tanpa tidak mau melihat beberapa pendapat dari bidang lain.


Formalisme dalam Pandangan Islam

Formalisme dalam pandangan islam (Foto: bincangsyariah.com)

Padahal, dalam islam sendiri, ada begitu banyak firman Tuhan yang kemudian menyuruh para ummatnya agar menuntut ilmu.

Hal tersebut bahkan menjadi suatu kewajiban bagi ummat Islam. Gunanya apa sebenarnya? Jika kita telaah hanya dari dasar atau secara formalnya.

Ya, itu adalah sebuah perintah, yang mengharuskan kita untuk melakukannya. Karena bersifat wajib. Padahal lebih dari itu.

Tuhan mewajibkan ummat manusia belajar, menimba ilmu, gunanya adalah agar tidak seperti kuda yang menggunakan kacamatanya.

Kita paham betul bukan ketika seekor kuda menggunakan kacamatanya? Seekor kuda tersebut hanya akan melihat satu jalan, yang mana jalan tersebut mudah ia lihat dengan jelas.

Sang kuda akan terus menerus melihat satu jalan itu, dan tidak bisa melihat jalan lain, yang sebenarnya mungkin lebih mudah bagi mereka untuk mereka lalui.

Tapi, itulah konsep dasar dari pembuatan kacamata kuda tersebut. Fokus pada satu hal, hayati, dan jalankan. Dan kita, tidak mau bukan dijuluki sebagai orang yang demikian?

Oleh karenanya, Tuhan menyuruh manusia untuk menimba ilmu, bahkan sampai ke negeri China sekalipun, atau sampai akhir hayat mereka.

Tujuannya adalah itu, melihat satu fenomena tidak dari satu pandangan saja. Tidak seenaknya kemudian mengubah suatu negara yang sudah memiliki ideologinya sendiri.

Dan mengubahnya dengan ideologi lain. Yang mana orang-orang tersebut di era sekarang, sering mengaitkannya dengan kata “Jihad”. Padahal, arti dari kata “Jihad” tersebut, bukanlah demikian.

Serta sudah tidak pas dengan era seperti sekarang, yang begitu maju dari berbagai bidangnya. Itu karena apa? Kembali lagi. Masih dengan konsep kuda yang menggunakan satu kacamata.

Penutup

Itulah beberapa pembahasan mengenai formalisme dalam aspek agama. Dari beberapa hal tersebut bisa kita simpulkan, bahwa tidak semua hal yang ada di dunia ini, bisa kita tanggapi dari satu sudut pandang.

Harus ada pandangan lain, yang kemudian kita pelajari, lalu kita tarik titik tengahnya. Sehingga kita bisa paham, bagaimana mengambil sikap yang benar, sebagai bentuk dari menanggapi suatu fenomena tertentu.

Sehingga kita tidak menjadi orang yang sudah terjabarkan demikian, pun menjadikan kita tidak terlalu fanatik terhadap satu agama tertentu.

Karena pada daasarnya, kita hidup berdampingan, dengan orang yang latar belakangnya berbeda, pun dengan agama yang mereka anut, berbeda pula dengan kita.

Sekian ulasan kali ini, semoga menginspirasi

Daftar Pustaka:

  1. Demam formalisme agama
  2. Definisi
  3. Mahmuddin. “Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan Sosial: Prospek dan Tantangan di Masa Depan”, Jurnal Diskursus Islam, Vol 3 No 1, 2015, hal. 38
  4. Robertus Suraji, “Formalisme Kehidupan Beragama (Studi Kasus Gereja Katolik Keuskupan Purwokerto)”, Jurnal Filsafat, Teologi, Vol 14, No 1, 2017, Hal. 34-35

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *