Tes PTSD, adalah sebuah gangguan kecemasan yang sekarang marak menjadi perbincangan, bahkan beberapa gejala kecemasan lain, sering terangkat dalam sebuah film, drama, dan sejenisnya. Berikut ulasan tentang definisi hingga gejalanya. Ayu Maesaroh, Konsep Organisasi – organisasi.co.id
Mungkin kita sudah tidak asing dengan beragam mental health, yang sekarang sudah marak banyak perbincangan oleh kebanyakan orang.
Bahkan, hal tersebut di dukung dengan beragam karya seperti drama dan sebagainya, yang kini sering mengarah membahas beragam mental health yang ada.
Seperti salah satu drama yang sekarang banyak digandrungi oleh beragam kalangan. Ialah Squid Game. Drama Korea yang mengusung konsep bagaimana orang-orang bertahan hidup untuk bisa keluar dari lingkaran setan “hutang – piutang”.
Dengan mengikuti beragam permainan dengan hadiah imbalan uang yang luar biasa banyak. Di sana menggambarkan bagaimana kemudian seorang merasakan “panik”, “gelisah”, “takut”, “stress”dan sebagainya.
Bahkan, jika hal tersebut bisa sampai ada di dunia nyata, hal itu dapat menimbulkan satu masalah psikologis yang tersebut dengan tes PTSD, atau singkatan dari Post – traumatic stress disorder. Tapi, apa sebenarnya hal tersebut? Berikut penjelasannya.
PTSD Adalah
Menurut beberapa literatur yang ada, bahwasannya PTSD merupakan sebuah gangguan kecemasan, yang mana hal tersebut timbul karena seseorang telah mengalami sesuatu, yang memicu adanya traumatic.
Entah berupa sebuah kejadian tertentu, bencana alam, sampai kepada pelecehan seksual yang akhirnya membuat seseorang tersebut, merasakan traumatic yang amat sangat.
Dalam DSM IV atau singkatan dari Diagnostic and Statistical Manual versi ke-4. Mengatakan bahwasannya ciri dari PTSD dalam tes.
Kejadian tersebut bukan hanya membuat seorang yang menyaksikan atau mengalami, merasakan ketakutan yang hebat, melainkan pada titik membuat mereka terancam keselamatannya.
Entah memikirkan bahwa mereka bisa saja mati dalam sekejap, atau pun bisa lebih dari itu. Oleh karenanya, untuk menangani client yang demikian.
Perlu adanya perhatian lebih, agar mereka dapat merasakan kenyamanan terlebih dahulu, baru mereka akan mengungkapkan apa yang menjadi traumatic mereka.
Kriteria PTSD pada DSM V
Adapun kemudian beberapa kriteria yang menjadi satu hal untuk dapat mengidentifikasi seseorang berada dalam gangguan kecemasan tersebut.
Hal ini merujuk pada DSM V, yang merupakan salah satu pedoman yang telah diperbaharui dengan versi terbaru. Beberapa kriteria tersebut antara lain:
Mengalami Kejadian Tertentu
Yang mana kejadian ini memicu rasa ketakutan yang berlebih, yang kemudian tertanam dalam memori otak mereka. Hal tersebut merujuk pada beberapa peristiwa seperti pelecehan seksual, dan sejenisnya.
Yang mana dalam posisi tersebut, mereka berada pada posisi sebagai korban, atau pun orang yang melihat, namun tidak dapat melakukan hal lebih agar dapat menyelamatkan orang yang menjadi korban.
Mengalami Gejala Intrusi
Gejala intrusi tersebut antara lain seperti mimpi buruk, merasakan kilas balik akan kejadian yang membuat mereka trauma, merasakan sensasi berada di kejadian traumatis tersebut sehingga menimbulkan ketakutan berlebih.
Organisatoris lain baca ini: Definisi Butterfly Hug: Kaitannya dengan Depresi
Atau bisa merasakan sedang berada di kejadian traumatis secara terus menerus, bahkan rasanya berulang.
Penghindaran
Penghindaran dalam hal ini, seperti menjaga diri mereka dari hal yang dapat menimbulkan traumatis mereka muncul, namun secara berlebih.
Contohnya tidak mau membicarakan hal yang membuat mereka trauma, lebih baik menghindarkan diri dari topik yang membuat mereka merasakan sedang berada pada trauma tersebut, dan sebagainya.
Dua atau Lebih Sesuatu yang Mempengaruhi Mood
Hal tersebut dikarenakan kejadian yang mereka alami, sangat traumatis. Sehingga akan menimbulkan dua gejala atau sesuatu yang pada akhirnya mereka rasakan secara bersamaan.
Contohnya seperti merasa bersalah, tidak mampu mengingat dengan jelas bagaimana kejadian traumatis tersebut, motivasi hidup yang tiba-tiba turun, dan sebagainya.
Mengalami Gejala Reaktivitas
Dalam tes untuk mengetahui tingkat PTSD, salah satunya adalah akan melhat bagaimana seseorang tersebut mengalami gejala reaktivitas.
Maksudnya adalah sudah sejauh mana dan separah mana, hal tersebut terjadi dalam hidup mereka, karena kejadian traumatis tersebut. Contoh gejala reaktivitas antara lain: susah tidur, merasa terawasi yang berlebihan, suka marah-marah, dan sebagainya.
Itulah beberapa kriteria yang tercantum dalam DSM V sebagai pedoman dari para ahli psikologis mengenai gangguan kecemasan PTSD tersebut.
Gejala PTSD Menurut DSM IV
Tapi, untuk dapat dipelajari mengenai tes dari PTSD, ada baiknya jika kita kilas balik, pandangan gejala menurut DSM IV.
Yang mana memang sebelum adanya DSM terbaru, versi ini sudah lama terpakai, dan banyak berlaku untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa client akan gangguan yang mereka rasakan.
Dalam versi ke IV, sebenarnya hampir sama dengan versi yang terbaru. Hanya saja ada beberapa klasifikasi yang kemudian perlu adanya perhatian lebih, ketika harus mendiagnosis gangguan tersebut kepada client, seperti:
Orang yang Mengalami Traumatis
Terbagi atas 2 jenis orang atau client yang mengalami PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder, adalah yang pertama client yang mengalami kejadian tersebut, atau orang yang menyaksikan, berhadapa pada kejadian yang membuatnya trauma.
Yang kedua adalah orang atau individu yang terlibat dalam kejadian tersebut, sehingga merasakan ketakutan yang berlebih.
Berulang Memori Traumatic
Kemudian mereka mengalami pengulangan kejadian yang membuat mereka traumatic, dengan beragam cara. Contohnya seperti kilas balik ketika melihat gambar atau sejenisnya yang berkaitan dengan kejadian.
Lalu merasakan mimpi buruk hingga yang menyedihkan, terkait dengan kejadian secara berulang. Kemudian merasakan seolah mereka berada pada situasi kejadian tersebut, seperti ilusi, halusinasi, dan sebagainya.
Merasakan tekanan internal maupun eksternal, yang hampir menyerupai dengan kejadian traumatis, serta yang terakhir merasakan reaktivitas yang berulang juga.
Adapun kategori yang perlu kemudian dianjurkan ke ahli dalam menangani hal tersebut. Ialah, kurang dari 3 bulan, maka berada pada kategori akut. Lebih dari 3 bulan, termasuk dengan kronis.
Cara dan Alat Tes PTSD
Lalu, bagaimana caranya agar dapat mendiaognosa client apakah mereka mengalami kecemasan, atau pun jenis mental health lainnya?
Perlu adanya perhatian bahwasannya orang-orang yang boleh mendiagnosa, adalah mereka yang berada di ahli bidang demikian.
Entah konselor, psikolog, psikiatri, dan sejenisnya. Meski demikian, mereka mempunyai batas dan kewenangan tertentu, saat akan melakukan diagnosa tersebut.
Dan pastinya sudah kita singgung sebelumnya, bahwasannya alat untuk mengetes adanya gangguan demikian yang client alami, ialah DSM, singkatan dari Diagnostic Statistical Manual.
Yang mana DSM merupakan buku manual pedoman untuk seorang psikolog, dan profesi sejenisnya. mendiagnosis mengenai gangguan mental, yang client alami, sampai kepada levelnya.
DSM ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, oleh asosiasi psikiatri, yakni APA. Singkatan dari American Psychiatry Association.
Di dalamnya terdapat begitu banyak jenis gangguan mental yang dapat manusia alami dengan latar belakang yang beragam.
Bahkan jumlahnya ratusan. Kemudian untuk mendiagnosa, dalam DSM memakai prinsip diagnisos multiaksial, yang terdiri atas beberapa, antara lain:
- Aksis I : Ialah gangguan kepribadian serta retardasi mental
- II : Gangguan yang berkaitan dengan klinis, sehingga harus ada perhatian secara klinis
- III : Untuk riwayat kesehatan serta medikasi
- IV : Terkait dengan permasalahan Psikosial
- V : General Assesment Functioning
Itulah mengenai alat tes dari PTSD, walau pun pada dasarnya bisa terpakai untuk mendiagnosa beberapa mental health lainnya.
PTSD dan Kaitannya dengan Support System
Kita tidak pernah menyadari bahwa sudah lebih dari 1 tahun mengalami beragam kejadian di dalam hidup. Seperti salah satunya mengalami masa covid-19, yang sampai detik ini masih terus diperangi.
Warganegara dari beragam wilayah di dunia, terus berjuang, struggling agar dapat bertahan dari belenggu covid-19. Hal tersebut beragam hal terjadi dan tidak bisa terelakkan oleh manusia.
Seperti merasakan depresi yang teramat, karena imbas dari adanya keadaan yang mengharuskan mereka untuk tetap berada di rumah.
Banyak yang kemudian ketika seseorang nekat pergi mencari kehidupan, tidak sedikit dari mereka yang kemudian mendapatkan penyalahan dari orang sekeliling, ketika pada akhirnya ada kerabat yang terkena paparan virus tersebut.
Benar, padahal belum tentu ada niatan dari orang yang berusaha keluar, mencoba untuk melakukan hal tersebut. Ujung-ujungnya, tidak sedikit orang kemudian merasakan kecemasan berlebih.
Terlebih dengan mereka yang berada pada quarter life crisis. Yang mana mereka sedang mempertanyakan bagaimana hidup dan begunanya mereka dalam hidup sendiri.
Rentan umur yang berada dalam fase tersebut, diantaranya remaja, hingga dewasa akhir. Rentan juga mengalami PTSD, yang bahkan bisa lebih parah ketimbang lainnya.
Jadi, sangat wajar jika kemudian orang berada pada fase tersebut, sangat erat kaitannya dengan support system dari orang sekitar.
Mereka akan lebih lega, lebih aman, lebih percaya dan menerima diri, bahwa hal yang mereka alami, semata-mata bukan mereka yang salah.
Dan jika mereka adalah korban, hal yang terjadi kepada mereka bukanlah hal yang memalukan, atau bahkan menjadi aib. Mereka mempunyai perlindungan yang kini dapat melindungi mereka.
Organisatoris lain baca ini: Daftar Alamat Web Profesi Kesehatan : 4 Jenis
Da kuat untuk bisa keluar dari lingkaran memori suram yang sudah seharusnya mereka kenang, serta tidak usah untuk terungkit, atau bahkan teringat kembali.
Benar, sungguh sangat besar bukan kaitannya antara tes dari PTSD dengan support system, baik dari internal maupun eksternal?
PTSD dalam Pandangan Islam
Lalu, apa pandangan Islam mengenai PTSD, atau pun gangguan kecemasan lain yang kerap kali menjadi satu pembahasan legit.
Mengingat terkadang ada begitu banyak ketimpangan di kehidupan sosial, yang mana meng-konsep-kan hal tersebut, ke hal yang bisa teranggap “sepele” atau bahkan “lebay”.
Pada dasarnya, Islam sudah mengajarkan bagaimana kemudian seseorang mengalami trauma, atau hal yang membuat mereka takut, cemas, dan sebagainya.
Hal tersebut merujuk kepada hadist Abu Dawud, yang artinya: “Apabila Rosulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam menemui kesulitan, maka beliau akan mengerjakan sholat..”
Kecemasan berasal dari sebuah kesulitan yang kemudian tidak pernah tahu bagaimana jalan keluar untuk bisa menyelesaikannya.
Kita tidak pernah tahu bagaimana, ketika kemudian sebuah kecemasan tersebut menghampiri. Maka dalam islam demikian, dianjurkan untuk mendekat kepada yang Maha Memiliki Hidup manusia.
Dan meminta kepada-Nya, apa yang terbaik untuk bisa keluar dari hal tersebut, dan melangkah lagi untuk hidup yang lebih baik.
Penutup
Itulah beberapa pembahasan mengenai tes PTSD yang dapat kita pelajari beberapa poinnya. Yang mana menyadarkan kita, bahwa kecemasan apapun, tidak bisa anggap enteng.
Ketakutan apapun, tidak selamanya kita anggap remeh. Bisa saja menurut kalian hal yang mereka takuti itu remeh, tapi tidak dengan orang yang sedang mengalami ketakutan tersebut.
Mungkin dari balik ketakutannya, ada trauma besar yang kemudian menggerogoti perlahan, menetap, dan tak mau hilang dari memori mereka.
Sekian ulasan kali ini, semoga menginspirasi.
Daftar Pustaka:
- aladokter.com
- guesehat.com
- sehatq.com
- liputan6.com
- dream.co.id
- Siti Urbayuti, “Studi Meta – Analisis Hubungan Antara Social Support dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), hal. 86